
Pendapatan Turun, Laba Bersih Adhi Karya Tetap Naik

Ilustrasi logo Adhi Karya/pasardana
Laba BUMN konstruksi PT Adhi Karya (Persero) masih tumbuh pada tahun 2019 lalu, meski pendapatannya turun karena lesusnya sektor jasa kostruksi dan EPC.
Jumlah pendapatan emiten dengan kode saham ADHI ini pada tahun lalu sebesar Rp 15,31 triliun, turun 2,22% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 15,66 triliun.
Penurunan pendapatan ini terutama terjadi karena pendapatan dari jasa konstruksi yang merupakan kontributor terbesar pendapatan perseroran turun 4,28% menjadi Rp 12,42 triliun, dari tahun sebelumnya sebesar Rp 12,97 triliun.
Pos pendapatan yang juga turun adalah dari proyek EPC (Engineering, Procurement and Construction) yang turun signifikan 37,67% menjadi Rp 501,56 miliar dari tahun sebelumnya sebesar Rp 804,67 miliar.
Pendapatan ADHI masih tertolong oleh pendapatan dari propeti/real estat yang naik 3,6% menjadi Rp 1,45 triliun dari sebelumnya Rp 1,40 triliun.
Pendapatan dari investasi infrastruktur juga naik signifikan 95,46% menjadi Rp 941,89 miliar dari tahun sebelumnya Rp 481,89 miliar.
Meski pendapatan secara keseluruhan turun, ADHI masih bisa membukukan laba bersih yang naik sebesar 3,05% menjadi Rp 663,81 miliar dari tahun sebelumnya Rp 644,16 miliar.
Per 31 Desember 2019, total aset perseroan mencapai Rp 36,5 triliun naik 21,3%, dari Rp 30,0 triliun pada tahun 2018. Komponen peningkatan terbesar terdiri dari Persediaan sebesar 110,69%; pajak dibayar dimuka sebesar 37,15%; tagihan bruto pemberi kerja sebesar 33,5%; dan investasi ventura bersama sebesar 30,68%.
Kenaikan pada persediaan dan aset real estat disebabkan karena adanya pembelian material bahan baku konstruksi yang belum digunakan dalam proses produksi pada proyek konstruksi dan EPC di akhir tahun.
Selain itu juga karena ada pembelian lahan aset real estat bisnis properti dan real estat pada PT Adhi Persada Properti dan PT Adhi Commuter Properti serta bangunan dalam proses pembangunan aset real estat.
Peningkatan pada tagihan bruto pemberi kerja sebagai akibat adanya proyek yang memiliki syarat pembayaran secara turn key (Proyek Tol Sigli – Banda Aceh) dan belum terbayarnya tagihan proyek LTR Jabodetabek serta proyek konstruksi lainnya belum ditagihkan.
Kenaikan pada pajak dibayar dimuka sebagai akibat dari masih dilakukannya proses restitusi sehingga pencairannya masih belum dapat diterima.
Sedangkan, kenaikan pada investasi pada ventura bersama sebagai akibat adanya setoran dana pada joint ventur sebagai setoran modal kerja sesuai porsi share atas proyek‐proyek joint ventur yang dikerjakan Perseroan.
Liabilitas Meningkat
Sepajang tahun lalu, liabilitas Perseroan juga meningkat 24,7% menjadi Rp 29,7 triliun, dari Rp 23,8 triliun di tahun 2018. Peningkatan total liabilitas terbesar terjadi pada liabilitas jangka pendek yang naik 29,4% menjadi Rp 24,5 triliun dari sebesar Rp 18,9 triliun pada tahun 2018.
Halaman BerikutnyaLeave a reply
