Pekerjaan Rumah TPT Indonesia untuk Bersaing

0
458

Industri tekstil Indonesia masih harus bekerja keras untuk meningkatkan daya saingnya. Pelaku industri tekstil masih melihat peluang besar masih terbentang untuk diraih para pelaku industri ini.

Direktur Asia Pacific Rayon Basrie Kamba mengatakan sektor tekstil merupakan industri yang sangat vital di Indonesia. Ke depan, jika sektor tekstil ingin kembali meraih kejayaannya, perlu ada perubahan mendasar dalam kebijakan pemerintah, terutama rezim perdagangan yang mendorong impor.

Dalam siaran pers, ia juga mengatakan industri juga membutuhkan dukungan mendesak dalam bentuk subsidi energi agar tetap kompetitif dan keringanan pajak. Masih ada harapan masa depan untuk pasar domestik kelas menengah yang berkembang pesat di Indonesia sebagai peluang besar bagi produsen tekstil. Saat ini, pemain tekstil Indonesia juga berinvestasi pada bahan baru seperti poliester yang memberikan nilai tambah industri untuk menambah industri serta perekonomian secara keseluruhan.

President Director Asia Pacific Fibers dan Chairman of APSyFi Ravi Shankar mengatakan saat ini, pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) memberikan kontribusi sebesar 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Adapun ekspornya sebesar US$12 miliar dan impor sebesar US$9,4 miliar.

Baca Juga :   Dari Yogyakarta untuk Dunia: 25 Kontainer Senilai Rp10,68 Miliar Meluncur ke AS dan Eropa

“Kita dapat melihat bahwa sebagian besar negara pesaing kita seperti India dan China memiliki neraca perdagangan yang lebih baik dari Indonesia. Indonesia telah mencerminkan penurunan, saat ini impor telah meningkat dan ekspor memiliki tingkat pertumbuhan yang stagnan,” kata Ravi.

Chairman Indonesian Textiles Associaton (Asosiasi Pertekstilan Indonesia/API) Jemmy Kartiwa melihat bahwa untuk mereformasi kebijakan industri dalam negeri, perlu menyangkut biaya produksi dan meningkatkan daya saing di pasar. Industri tekstil Indonesia memiliki kebutuhan yang mendesak untuk memangkas biaya produksi agar dapat bersaing di pasar, terutama saat turunnya daya beli masyarakat yang lebih rendah akibat Covid-19.

“Dalam beberapa tahun terakhir kita dapat melihat kurangnya kebijakan yang mengatur dan mengontrol komoditas utama dan fakta bahwa internet menguasai pasar domestik Indonesia, memungkinkan besarnya kepentingan dengan sisi lain yang terkait dengan harga standar atau komoditas utama yang tidak hanya diimpor dalam jumlah besar, komoditas utama juga dijual secara lokal dengan harga yang sangat rendah dan lebih rendah lagi,” kata Jemmy Kartiwa.

Leave a reply

Iconomics