
OJK Sebut Kinerja BPD Kuat dan Tumbuh di Masa Covid-19

Tangkapan layar YouTube, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso/Iconomics
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kinerja bank pembangunan daerah (BPD) pada masa krisis karena wabah Covid-19 tetap tumbuh positif. Pertumbuhan kredit, misalnya, BPD secara keseluruhan membukukan 4,99% secara tahunan (yoy).
“Secara kumulatif dari Januari hingga Desember 2020 juga tetap tumbuh 3,29%. BPD sebagai kelompok bank yang ternyata lebih tahan dalam menghadapi kondisi ekonomi di masa Covid-19,” tutur Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan resminya ketika mengadakan pernyataan bersama KPK, PPATK dan Kementerian Dalam Negeri, Selasa (8/12).
Wimboh mengatakan, semua pihak berkomitmen untuk mengangkat BPD yang berfungsi tidak sebagai bank pembangunan daerah. Di saat bersamaan BPD diminta untuk tetap menjaga tata kelola, integritas dan menjalan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kinerja BPD, kata Wimboh, selain pertumbuhan kredit, juga tidak memiliki masalah likuiditas di masa Covid-19 ini. Salah satunya karena BPD merupakan lembaga yang mengelola keuangan daerah. Dari sisi kredit macet (NPL) BPD tetap terjaga di 3,09% dan lebih rendah dari NPL nasional.
Menurut Wimboh, BPD diuntungkan dari sisi geografis sehingga ada ruang tumbuh sangat besar di masa depan. Dengan demikian, BPD diharapkan bisa menjadi motor penggerak perekonomian daerah. Karena itu, tidak ada alasan bahwa BPD sudah seharusnya lebih bagus dari kelompok bank yang lain.
Meski demikian, kata Wimboh, OJK memiliki beberapa catatan untuk BPD. Pertama, harus menjunjung tinggi governance dan integritas. Ini menjadi penting karena perbankan merupakan bisnis kepercayaan sehingga akan sulit berkembang apabila tidak mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Kedua, kata Wimboh, meski bisa bertahan karena semua kemewahan yang dimilikinya, tanpa profesionalisme, keberadaan BPD menjadi tidak ada gunanya. Karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi penting untuk meningkat daya saing dan menciptakan produk-produk yang menjadi kebutuhan masyarakat.
“Terakhir, kemampuan permodalan dan menghasilkan produk baru sangat terbatas. Efisiensi menjadi penting. Juga teknologi yang sekarang ini menjadi keuntungan kompetitif. Produk perbankan tradisional tradisionalsudah ditinggalkan dan permodalan minimal Rp 3 triliun harus segera dipenuhi,” kata Wimboh.
Leave a reply
