
OJK: Industri Pembiayaan Belum Sepenuhnya Pulih

Riswinandi, Anggota Dewan Komisioner OJK sekaligus Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB)/Iconomics
Seperti industri jasa keuangan yang lainnya, perusahaan pembiayaan juga menglami kontraksi yang cukup signifikan sebagai akibat pandemi dalam kurun waktu setahun terakhir.
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK Riswinandi Idris mengatakan pembatasan mobilitas masyarakat serta pengetatan kegiatan sosial ekonomi menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat lebih mengutamakan memenuhi kebutuhan primer ketimbang kebutuhan sekunder dan tersier seperti pembelian kendaraan bermotor. Padahal 60% pembiayaan pada perusahaan pembiayaan di Indonesia merupakan pembiayaan kendaraan bermotor.
Menurut Riswinandi, kebijakan relaksasi pembiayaan yang telah diberikan perusahaan pembiayaan sejak tahun lalu cukup memberikan ruang bagi para debitur multifinance untuk meringankan beban mereka. Lebih dari 5 juta kontrak telah mendapat persetujuan restrukturisasi dari perusahaan-perusahaan pembiayaan.
“Namun demikian kami juga lihat bahwa sektor pembiayaan ini memang belum pulih sepenuhnya. Setidaknya kalau kita lihat dari piutang pembiayaan sampai bulan Mei 2021 itu tumbuhnya masih negatif yaitu -13,69% year on year,” ujar Riswinandi dalam webinar yang digelar Infobank, Senin (26/7).
Pada Mei tahun lalu, posisi piutang pembiayaan mencapai Ro405,76 triliun. Sementara pada Mei 2021 lebih rendah yaitu Rp351,40 triliun.
Meski demikian, Riswinandi mengatakan dari sisi kualitas piutang pembiayaan, masih tetap terjaga dengan baik dimana pada Mei 2021, Non Performing Finance (NPF) Gross sebesar 4,05%, lebih rendah dari Mei 2020 yang sebesar 4,11%. Sementara NPF Netto pada Mei 2021 sebesar 1,32% dan Mei 2020 sebsar 0,81%.
“Kami berterima kasih bahwa di tengah situasi yang sulit ini perusahaan pembiayaan juga masih melakukan pencadangan yang cukup memadai sehingga kualitas daripada pembiayaannya masih terjaga,” ujar Riswinandi.
Ia berharap dengan masifnya vaksinasi saat ini, ditopang oleh berbagai kebijakan relaksasi seperti pengurangan PPnBM, penjualan kendaraan bermotor kembali terdongkrak yang pada akhrinya akan berdampak positif bagi perusahaan pembiayaan.
Pada kesempatan yang sama Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengatakan sebelum adanya kebijakan PPKM, pelaku industri pembiayaan Indonesia sudah optimistis bahwa industri ini akan tumbuh dengan baik pada tahun ini, terlebih setelah adanya kebijakan pengurangan PPnBM untuk pembelian mobil.
Menurut Suwandi, selama PPKM, pelayanan kepada konsumen terganggu. Demikian juga penagihan. Di sisi lain, di lapangan masih ada aparat yang tidak paham bahwa perusahaan pembiayaan termasuk ke dalam sektor esensial seperti perbankan yang masih beroperasi work form office 50%.
“PPKM ini bisa berpotensi untuk restrukturisasi akan timbul lagi, karena ini masih berlaku sampai dengan Maret 2022 mendatang,” ujarnya.
Ia mengungkapkan dari 23 juta kontrak pembiayaan, hingga 19 Juli lalu jumlah kontrak yang sudah disetujui untuk restrukturisasi mencapai 5,1 juta atau senilai sekitar Rp200 triliun lebih baik bunga maupun pokok.
Leave a reply
