Menteri ESDM Ungkap Tantangan Berat di Sektor Migas

0
136

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyampaikan produksi minyak meningkat dari 88,6 juta barel per hari pada tahun 2012 menjadi 93,8 juta barel per hari pada tahun 2022. Konsumsi minyak meningkat dari 89,1 juta barel per hari pada tahun 2012 menjadi 97,3 juta barel per hari pada tahun 2022. Produksi gas juga meningkat 20% dalam 10 tahun terakhir dan laju pertumbuhan konsumsi gas sebesar 1,7% per tahun.

“Hal ini menunjukkan bahwa di era transisi energi saat ini, minyak dan gas bumi masih berperan penting dalam menyediakan kebutuhan energi global yang terjangkau dan dapat diandalkan khususnya di sektor transportasi dan industri seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi yang meningkat terutama di negara-negara berkembang,” kata Arifin pada Opening Ceremony Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA Convex) ke-47 yang dikutip dalam keterangan resminya.

Arifin menyampaikan bahwa ketahanan energi membutuhkan energi yang lebih aman yang berkelanjutan, yang tidak terlalu terpengaruh oleh guncangan dan ketidakpastian, serta rendah emisi karbon, tidak hanya tentang mengamankan pasokan energi dengan harga yang terjangkau.

Baca Juga :   Pemerintah Tetapkan Harga Batubara Acuan Mei, Simak Selengkapnya

“Industri minyak dan gas tengah menghadapi tekanan yang tinggi untuk mengklarifikasi implikasi transisi energi bagi operasi dan model bisnisnya, serta untuk menjelaskan kontribusi yang dapat diberikan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK),” ujarnya.

Arifin mengungkapkan bahwa memenuhi permintaan energi yang meningkat sembari menurunkan emisi global, adalah tantangan yang cukup berat. Penurunan emisi di sektor migas antara lain dapat dilakukan dengan menurunkan emisi GRK pada tahap operasional melalui efisiensi energi, pengurangan suar, dan mengelola emisi metana, serta menjalankan operasional menggunakan sumber energi terbarukan maupun yang rendah karbon.

“Selain itu, dapat pula dilakukan pengurangan emisi melalui peningkatan penggunaan gas bumi, peningkatan efisiensi sistem bahan bakar mesin, dan mengembangkan teknologi rendah karbon, seperti kendaraan listrik, biofuel, gas alam cair, amonia, dan fuel-cell hidrogen. Dengan emisi yang lebih rendah daripada bahan bakar fosil lainnya dan sumber energi yang dapat dialihkan, gas alam akan menjadi elemen penting dalam transisi energi,” tambahnya.

Diperlukan pula pengembangan hidrogen rendah karbon yang dapat mendukung industri hard-to-abate, seperti industri dan transportasi berat. Selain itu, perlu dilakukan implementasi Carbon Capture Storage (CCS) and Carbon Capture, Utilisation, and Storage (CCUS), di mana Pemerintah Indonesia telah menerbitkan regulasi terkait pelaksanaan CCS/CCUS pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.

Baca Juga :   Elnusa: Laba Bersih Semester I-2022 Lampaui Target

Ia mengatakan peraturan tersebut mencerminkan pengakuan Pemerintah Indonesia terhadap teknologi CCS dan CCUS sebagai cara yang menjanjikan untuk mengurangi emisi karbon guna mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060, sekaligus meningkatkan produksi minyak dan gas Indonesia menjadi 1 miliar barel minyak dan 12 miliar kaki kubik gas per hari pada tahun 2030. Saat ini telah terdapat 15 proyek CCS/CCUS dalam berbagai tahapan, misalnya Gundih CCUS/Enhanced Gas Recovery (EGR) di Jawa Tengah, dan Sukowati CCUS/Enhanced Oil Recovery (EOR) di Jawa Timur.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics