
Menko Airlangga Ajak Gerak Cepat Selesaikan Masalah Struktural Sawit

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang hadir secara virtual pada G20 Sustainable Vegetable Oils Conference (G20 SVOC)/Dok. Ekon
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan tentang pentingnya peran industri kelapa sawit bagi perekonomian dan dalam merespons tantangan iklim global. Menko Airlangga menjelaskan bahwa konferensi internasional G20 Sustainable Vegetable Oils Conference (G20 SVOC) juga dirancang untuk menjadi forum dialog terbuka untuk membahas dan merumuskan strategi untuk menghadapi tantangan rantai pasokan minyak nabati global.
“Kita tahu bahwa minyak sawit telah menjadi minyak nabati yang paling efisien dan dapat memberikan jawaban atas krisis saat ini,” kata Menko Airlangga yang secara virtual menyampaikan pesannya pada G20 SVOC di Nusa Dua, Bali.
Menko Airlangga menjelaskan terkait beberapa keunggulan kelapa sawit antara lain, minyak sawit sangat efisien dalam hal penggunaan lahan, perkebunan kelapa sawit secara signifikan mendukung pencapaian SDGs karena perkebunan kelapa sawit mampu menyerap 64,5 ton CO2 per hektar per tahun dan dapat menghasilkan 18,7 ton oksigen per hektar per tahun.
Ia juga menyampaikan bahwa telah berbicara ke PBB beberapa waktu lalu bahwa Sekretariat CPOPC bertindak sebagai asosiasi antar Pemerintah negara produsen yang bekerja untuk memastikan bahwa minyak sawit memang mendukung pembangunan berkelanjutan.
Menko Airlangga juga mengapresiasi keberadaan Global Framework Principles for Sustainable Palm Oil (GFP-SPO). Inisiatif tersebut membuka arah masa depan bagi sektor kelapa sawit untuk menjadi ujung tombak upaya keberlanjutan global, dengan menekankan, antara lain, praktik yang efisien, kepatuhan, dan inklusivitas
Menurut Menko Airlangga, kelapa sawit merupakan industri yang berpusat pada rakyat. Pemerintah juga memprioritaskan masyarakat dalam pengembangan industri kelapa sawit. Ia mengatakan pihaknya memperhatikan Sekretariat CPOPC berusaha untuk terus melibatkan petani kecil. Sekitar 40% produksi yang memenuhi pasokan minyak sawit global dihasilkan oleh petani kecil. Hal tersebut akan membantu meningkatkan produksi minyak sawit untuk memenuhi permintaan global yang meningkat dan menawarkan stabilitas harga pangan.
Ia juga menyampaikan bahwa minyak nabati merupakan komoditas pangan yang tumbuh paling cepat dan permintaannya selalu lebih tinggi dari pasokan. Dalam beberapa tahun terakhir, produksi minyak nabati rata-rata meningkat 5,7 juta metrik ton per tahun dan konsumsi meningkat sekitar 6,2 juta metrik ton.
Ia menyambut baik tiga importir teratas dari zona Uni Eropa yakni Belanda, Spanyol, dan Italia atas kepercayaannya terhadap penggunaan CPO yang efektif. Menko Airlangga menilai hal tersebut menunjukkan kesenjangan pemahaman antara pembuat kebijakan dan kebutuhan pasar di Uni Eropa.
“Kesenjangan tersebut dapat diatasi jika platform dialog dibangun antara negara produsen dan konsumen. Kita perlu bergerak cepat dan tegas untuk bekerja sama dalam menghadapi masalah struktural pasar yang dapat memperburuk dampak buruk. Produsen dan eksportir minyak nabati harus berkontribusi dalam upaya tersebut,” kata Menko Airlangga.
Leave a reply
