
Konsumsi Rumah Tangga Masih Tumbuh Negatif, Pemerintah Sudah Positif

Ilustrasi/Jurnal.id
Konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang 57,3% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih mengalami kontraksi pada triwulan ketiga 2020. Tetapi di sisi lain, upaya pemerintah menggenjot belanja negara membuahkan hasil dengan pertumbuhan positif konsumsi pemerintah pada triwulan ketiga.
“Satu-satunya komponen [PDB dari sisi pengeluaran] yang mengalami pertumbuhan yang positif dan sangat tinggi adalah konsumsi pemerintah yaitu sebesar 9,76%. Kalau triwulan kedua yang lalu, konsumsi pemerintah tumbuh minus 6,9% sekarang posisinya berbalik dan tumbuh tinggi sekali yaitu 9,76%,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto saat konferensi pers, Kamis (5/11).
Suhariyanto mengatakan pertumbuhan positif pada konsumsi pemerintah ini terjadi karena ada kenaikan realisasi belanja bantuan sosial serta belanja barang dan jasa APBN yang jauh lebih tinggi dibandingkan posisi baik triwulan kedua 2020 maupun triwulan ketiga 2019.
Pertumbuhan realisasi belanja bantuan sosial dipengaruhi oleh penambahan bansos di dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional. Belanja bantuan sosial yang juga mengalami peningkatan anara lain belanja penanggulangan bencana dan pemberdayaan sosial.
“Pencairan insentif bagi tenaga kesehatan juga berkontribsui untuk kenaikan belanja pegawai,” ujarnya.
Konsumsi pemerintah sendiri memberikan kontribusi sebesar 9,69% pada keseluruhan nilai PBD Indonesia atas dasar harga berlaku pada triwulan ketiga yang sebesar Rp3.894,7 triliun.
Meski komponen konsumsi pemerintah tumbuh positif, Suhariyanto mengatakan komponen lainnya termasuk konsumsi rumah tangga dan investasi yang merupkan dua koponen terbesar pembentuk PDB mengalami kontraksi. Kontribusi komponen belanja rumah tangga pada PDB sebesar 57,3%. Sedangkan investasi berkontribusi sebesar 31,12%.
“Konsumsi rumah tangga masih kontraksi tetapi tidak sedalam triwulan kedua,” ujar Suhariyanto.
Pada triwulan kedua lalu, konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi sebesar 5,52%. Sedangkan pada triwulan ketiga 2020 hanya terkontraksi sebesar 4,04%.
Sejumlah indikator yang mencerminkan perlambatan konsusmi rumah tangga ini diantaranya penjualan eceran yang masih terkontraksi 9,64%. Kemudian, impor barang konsusmi juga masih terkotraksi sebesar 19,12%.
“Penjualan wholesale (grosir) baik untuk mobil penumpang maupun sepeda motor juga masih terkontraksi. Jumlah penumpang angkutan rel, laut dan udara juga masih terkontraksi, tingkat penghunian kamar hotel juga masih terkontraksi. Demikian juga untuk nilai transaksi uang elektronik, kartu debit, kartu kredit masih kontraksi,” ujar Suhariyanto.
Komponen pada konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh positif, tambahnya adalah perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh positif sebesar 1,82% dan belanja kesehatan dan pendidikan yang tumbuh positif sebesar 2,06%.
Selaian konsumsi rumah tangga, pada triwulan ketiga komponen PMTB atau investasi juga masih mengalami kontraksi sebesar 6,48%, meski tak sedalam triwulan kedua lalu yang terkontraksi sebesar 8,61%.
Kemudian, ekspor barang dan jasa juga terkontraksi sebesar 11,68% dari sebelumnya pada triwulan kedua lalu terkontraksi sebesar 11,68%. Sedangkan impor barang dan jasa terkontraksi sebesar 21,86% dari sebelumnya pada triwulan kedua terkontraksi sebesar 16,98%.
Seperti diberitakan sebelumnya pada triwulan ketiga 2020, PDB Indonesia kembali mengalami kontraksi sebesar 3,49% YoY dan tumbuh positif 5,05% QtQ.
Leave a reply
