
Komunitas Thrifting Beberkan Fakta Mengapa Kemendag Perlu Atur Ulang Larangan Impor Pakaian Bekas

Baju thrifting/Dokumentasi Komunitas Thrifting
Pemerintah, melalui Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, bersama Presiden Joko Widodo, menyoroti impor pakaian bekas karena dinilai merugikan pabrik dan UMKM lokal. Selain itu, ada kekhawatiran terkait kesehatan, seperti risiko gatal-gatal akibat pakaian bekas yang tidak steril.
Karena itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 yang melarang impor pakaian bekas. Aturan ini merujuk pada undang-undang perlindungan konsumen yang mengharuskan barang dagangan memiliki informasi yang jelas tentang kondisi dan asal-usulnya.
Meski demikian, komunitas thrifting di Indonesia menolak tuduhan bahwa pakaian bekas impor merusak industri pakaian lokal. Mereka menegaskan bahwa pakaian yang dijual di pasar thrift sudah melalui proses penyortiran dan pembersihan sehingga layak digunakan.
Penggemar thrifting pun sudah paham bahwa barang yang mereka beli adalah barang bekas, sehingga mereka tidak merasa dirugikan.
“Justru, keterbukaan dan transparansi dalam penjualan barang bekas ini menjadi daya tarik tersendiri. Para pembeli merasa lebih puas karena mengetahui asal-usul barang yang mereka beli dan bisa membedakannya dari produk fast fashion,” ujar Ketua Umum Yayasan Komunitas Thrifting Indonesia Aloysius Maria Tjahja Adji Suseno dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (4/10).
Menurut Aloysius, komunitas thrifting menilai bahwa larangan impor pakaian bekas belum berdasarkan kajian mendalam. Mereka mempertanyakan klaim bahwa 34 pabrik pakaian di Indonesia bangkrut karena thrifting. Menurut mereka, hanya 4 pabrik yang mengalami kesulitan karena masalah bahan baku, sementara sisanya mengalami masalah keuangan dan utang.
Oleh karena itu, kata Aloysius, komunitas thrifting menganggap bahwa thrifting bukan penyebab utama runtuhnya industri pakaian lokal, melainkan ada faktor lain yang lebih dominan. Sebagai solusi, Yayasan Komunitas Thrifting Indonesia mengusulkan agar pemerintah meninjau kembali larangan impor pakaian bekas dengan pengaturan yang lebih jelas.
Semisal, lanjut Aloysius, dengan membatasi volume impor berdasarkan kuota yang diawasi ketat di pelabuhan-pelabuhan tertentu. Ini akan membantu melindungi industri lokal sambil tetap memberikan pilihan bagi konsumen yang gemar berbelanja pakaian bekas. Ini mirip saat pemerintah mengimpor bus, kereta api, kapal laut dan bahkan pesawat tempur bekas yang dipakai. Tidak berbeda antara rakyat dan pemerintah sama-sama impor barang bekas.
Menurut Aloysius, penggemar thrifting di Indonesia berasal dari berbagai kalangan, baik karena alasan ekonomi, gaya, atau kecintaan terhadap produk vintage dan lingkungan. Selama bertahun-tahun, mereka tidak pernah merasa terpinggirkan oleh regulasi, hingga munculnya larangan impor pakaian bekas ini.
“Negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Timor Leste tidak menerapkan larangan serupa, dan justru menjadi destinasi impor pakaian bekas sebelum akhirnya diselundupkan ke Indonesia. Ini menunjukkan bahwa regulasi yang ada perlu ditinjau kembali agar lebih relevan dengan kondisi pasar,” ujar Aloysius.
Sebagai organisasi resmi yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, kata Aloysius, Komunitas Thrifting Indonesia berharap pemerintah dapat membuka kembali peluang impor pakaian bekas dengan pengawasan yang lebih ketat. Mereka juga percaya bahwa kebijakan ini dapat mendukung pertumbuhan pendapatan negara melalui pajak impor, serta memberikan kepuasan bagi konsumen yang peduli terhadap tren mode dan lingkungan.
Leave a reply
