
Kepala BKF: Indonesia akan Menagih Komitmen Pendanaan Iklim dari Negara Maju untuk Negara Berkembang

Kepala BKF Febrio Kacaribu
Di samping itu, Indonesia akan terus melakukan aksi-aksi nyata dalam penurunan emisi. Prioritas utama penurunan emisi gas rumah kaca tersebut berada pada sektor kehutanan, sektor energi, dan transportasi. Ketiga sektor ini telah mencakup 97% dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.
Untuk mendukung hal tersebut, Indonesia melakukan penetapan nilai ekonomi karbon atau yang sering disebut carbon pricing melalui Peraturan Presiden mengenai Nilai Ekonomi Karbon (NEK), di mana skema utamanya meliputi perdagangan karbon, pungutan atas karbon dan result-based payment.
Pemerintah juga secara nyata menunjukkan dukungan terhadap isu perubahan iklim melalui pengenalan pajak karbon dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Penerapan Pajak Karbon akan dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan perkembangan pemulihan ekonomi serta kesiapan sektor.
Dimulai dari sektor PLTU Batubara, penerapan pajak karbon sejalan dan akan semakin memperkuat pasar karbon yang sudah mulai berjalan.
Pengurangan ketergantungan pembangkit listrik bertenaga batubara adalah satu bagian penting dari transisi menuju ekonomi rendah karbon, dan inisiatif berupa Energy Transition Mechanism (ETM) yang diinisiasi bersama Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB). ETM sendiri merupakan suatu bentuk pembiayaan campuran (blended finance) yang dirancang untuk mempercepat penghentian pembangkit listrik bertenaga batubara dan membuka investasi menuju energi bersih.
“Indonesia telah menjadi salah satu dari sedikit negara, bahkan yang terbesar di negara berkembang, yang melakukan tindakan yang nyata terkait transisi energi yang adil dan terjangkau, hal ini menunjukkan sinyal yang kuat tentang keseriusan Indonesia dalam menangani risiko perubahan iklim,” kata Febrio.
Halaman BerikutnyaLeave a reply
