
Kementerian Pertanian Beberkan Tantangan Perkebunan Kelapa Sawit

Ilustrasi kelapa sawit/Antara
Kementerian Pertanian menyebut Indonesia memiliki luas tutupan kelapa sawit sekitar 16,38 juta hektar. Sekitar 5 juta hektar diantaranya adalah kebun milik rakyat yang membentang dari Aceh sampai ujung Papua.
“Familiar dengan kelapa sawit mayoritas adalah Sumatera, Kalimantan, namun beberapa tahun belakangan ini sudah mulai berekspansi di Sulawesi, di Merauke bahkan di pedalaman-pedalaman Papua sudah mulai dilakukan ekspansi kelapa sawit,” kata Subkoordinator Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian, Dwimas Suryanata Nugraha dalam Webinar Forum Wartawan Pertanian (Fortawan).
Dwimas menyebut beberapa tantangan yang kerap dialami perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Ia mengatakan luasan perkebunan kelapa sawit memang sangat luas tapi produktivitasnya masih belum memuaskan, masih banyak indikasi tumpang tindih dengan kawasan hutan, tumpang tindih dengan masyarakat, dan tumpang tindih dengan pertambangan.
Tantangan lain diantaranya adalah masih banyak usaha-usaha perkebunan yang belum dilengkapi dengan perizinan, banyaknya negative campaign, hilirisasi atau pemanfaatan produk samping kelapa sawit yang belum optimal, dan potensi sumber daya belum tergarap maksimal untuk energi seperti biohidrokarbon.
“Gagal tanam, gagal panen kemudian itu belum lagi ada serangan organisme penggangu tanaman (OPT), nah kalau mendekati el nino ini biasanya memang terjadi kebakaran lahan. Nah ini harus diantisipasi, kenapa? karena kebakaran lahan ini selain polusi udara menyebabkan permasalahan kesehatan juga salah satu penyebab naiknya gas rumah kaca terbesar kebakaran lahan ini,” ungakpnya.
Adapun beberapa penyebab terjadinya peningkatan gas rumah kaca (GRK) pada sektor perkebunan adalah limbah cair pabrik kelapa sawit, penggunaan pupuk kimiawi berlebihan, pembukaan lahan dari tutupan hutan, penggunaan lahan gambut untuk perkebunan tidak sesuai good agricultural practise (GAP), pembakaran lahan, pencemaran udara, pestisida kimiawi, maupun sendawa dan kotoran hewan ternak.
Dwimas juga menyampaikan beberapa arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam menghadapi perubahan iklim dan krisis pangan global. Arahan tersebut mulai dari percepatan tanam untuk mengejar sisa hujan, pengembangan komoditas 1000 ha, peningkatan ketersediaan air dengan pembangunan atau perbaikan embung, dan parit, sumur, pengembangan pupuk secara massif dan mandiri.
Mempersiapkan konsep kelembagaan, agenda aksi, bujet atau pembiayaan, dan kemitraan, serta identifikasi dan mapping untuk menentukan daerah merah, kuning, hijau terdampak el nino, fasilitasi penyediaan offtaker untuk menyerap produksi petani, dan perlu dibentuk tim gugus tugas adaptasi mitigasi yang terintegrasi dari pusat, provinsi, kabupaten, dan kota.
Leave a reply
