
Kejagung Perlu Berkaca dari Hasil Survei KedaiKopi soal Sita Aset Kasus Jiwasraya-Asabri

Ilustrasi Jiwasraya-Asabri/Istimewa
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar mendorong Kejaksaan Agung menjadikan hasil survei yang dirilis KedaiKopi sebagai cerminan soal disparitas penegakan hukum yang berbeda. Apalagi hasil survei tersebut berbasis data sehingga Kejaksaan perlu memperbaiki pelayanan publiknya.
“Di samping juga menjadi dasar untuk menindak pejabat Kejaksaan (RI) yang memang sengaja melakukan perbuatan yang pilih kasih tersebut,” ujar Fickar dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
Terkait dengan hasil survei itu, Fickar menghubungkannya dalam hal penyitaan aset-aset yang tidak terkait dengan perkara khususnya kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero). Aset-aset demikian seharusnya tidak boleh disita karena penyitaan harusnya terbatas pada aset pribadi yang terkait atau hasil kejahatan.
“Sedangkan aset korporasi apalagi berkaitan dengan masyarakat, seharusnya tidak bisa disita secara serampangan. Kejaksaan tidak boleh bermain api, sebab bisa-bisa timbul kesan dalam penanganan korupsi ini Kejaksaan juga melakukan korupsi atau biasa disebut dengan double crime atau kejahatan ganda,” ujar Fickar.
Karena penanganan kasus Jiwasray-Asabri yang serampangan itu, ditengarai telah mengganggu roda pasar saham dan investasi di Indonesia. Hal tersebut, kata Fickar, harus menjadi kesadaran para jaksa penyidik dan penuntut umum bahkan jaksa agung yang harus belajar dari banyak literatur bahwa tak boleh menyita aset korporasi secara sembrono, apalagi korporasi yang sudah go public.
“Sekali lagi saya ingatkan, yang boleh disita itu aset-aset pribadi para terduga korupsinya. Sehingga tidak timbul kesan kejaksaan memanfaatkan kewenangan penyitaannya untuk melakukan tindak pidana,” kata Fickar.
Menurut Fickar, hal itu menjadi diskriminasi terutama terhadap kasus-kasus yang terdakwanya tidak ditahan dan tidak disita asetnya, meski banyak bukti menunjukkan bahwa itu hasil dari kejahatan. “Artinya ada permainan oknum Kejaksaan yang harus ditertibkan,” katanya.
Sebelumnya, survei KedaiKopi mengungkap masih terjadi disparitas penegakan hukum oleh institusi Kejaksaan. Karena itu, mayoritas atau 81,7% responden dari hasil survei tersebut setuju agar Presiden Joko Widodo memberhentikan Jaksa Agung ST Burhanudin.
Dalam hal penanganan kasus Jiwasraya dan Asabri, sebanyak 30,4% responden tidak setuju dengan penyitaan aset yang bukan berasal dari hasil korupsi. Alasannya 49,9% menyatakan penyitaan itu merugikan pihak yang tidak bersalah. Kemudian, 12,5% menyebut harus ada pemisahan aset nasabah dan aset perusahaan. Sementara, 69,1% menganggap pengusutan kasus Jiwasraya dan Asabri ini telah mengganggu roda pasar saham dan investasi di Indonesia.
Leave a reply
