Jagung Butuh Perhatian yang Serius, BUMN Pangan Bisa Mainkan Perannya

0
387
Reporter: Petrus Dabu

Suroto, seorang peternak ayam di Blitar, Jawa Timur, nekat membentangkan poster bertuliskan ‘Pak Jokowi Bantu Peternak Beli Jagung dengan Harga Wajar, Telur Murah’, saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Blitar pada Selasa, 7 September 2021 lalu.

Sempat ditahan oleh aparat keamanan, aksi Suroto ini viral sehingga membetot perhatian publik. Selang seminggu kemudian, tepatnya Rabu 15 September, Presiden menggundang Suroto bersama Perhimpunan Insan Perunggasan dan Peternak Ayam Petelur ke Istana Negara untuk berdialog.

Aksi Suroto ini kemudian memicu polemik soal pasokan jagung bahkan diantara lembaga pemerintahan sendiri. Kementerian Pertanian mengklaim produksi jagung melimpah. Sementara di sisi lain, Kementerian Perdagangan menyatakan stok jagung tidak ada sehingga harga naik.

Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola mengatakan sebenarnya tanaman jagung tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Semua orang bahkan kini berlomba-lomba menanam jagung karena harganya bagus.

Tetapi, masalahnya menurut Sola, sekitar 60%-70% lahan pertanian jagung di Indonesia adalah lahan kering sehingga ditanam menunggu musim hujan tiba, biasanya bulan Oktober. Kemudian dipanen sekitar Maret-April tahun berikutnya. Sementara hanya sekitar 30% lahan pertanian jagung yang merupakan lahan basah yang bisa ditanam pada musim kemarau. Pola tanam ini berimbas ke soal pasokan jagung. Pasca panen pada Maret-April pasokan jagung menumpuk. Tetapi ada periode dimana ketersediaan jagung menipis sehingga peternak kesulitan pasokan.

“Pada saat panen raya harga pasti turun. Pada saat tidak ada [jagung], pasti harga naik. Ini yang terjadi kemarin, ributnya peternak mandiri, sampai harga juga menjadi Rp6.000 lebih. Karena jagungnya tidak tersedia di lapangan,” ujar Sola kepada Theiconomics belum lama ini.

Baca Juga :   Perusahaan Perdagangan Indonesia Ekspor Kopi ke Mesir Senilai US$60.000

Demonstrasi peternak mandiri, salah satunya aksi Suroto di Blitar tadi, telah direspons pemerintah dengan menyiapkan 30 ribu ton jagung dengan harga jual Rp4.500 per kilogram. Pemerintah memberikan subsidi sekitar Rp1.500 per kilogram dari harga pasar.

Sola mengatakan masalah ini akan terus berulang bila problem mendasar tadi yaitu pola tanam yang bergantung pada musim hujan tidak teratasi. “Polemik ini akan tetap terjadi apabila kita tidak melakuan penyiapan air pada musim kemarau. Artinya luas areal lahan yang tadinya ditanam pada musim hujan, pada musim kemarau itu tidak bisa ditanam, sehingga itu tidak bisa menghasilkan jagung,” ujarnya.

Tak hanya soal pola tanam. Masalah mendasar lainnya yang juga memicu polemik bahkan antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan adalah soal data. Sola mengatakan tidak ada sumber data yang menjadi acuan bersama di Indoensia terkait produksi jagung karena sejak 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) tak lagi merilis data produksi jagung di Indonesia sebelum Kerangka Sampel Area (KSA) ada.

Tetapi indikasi kekurangan pasokan jagung, menurut Sola, paling nyata terlihat dari kenaikan harga jagung. Selain itu, komposisi jagung pada industri pakan juga berkurang dari biasanya 51% turun menjadi sekitar 30% karena harga jagung yang tinggi.

 

Peran Holding Pangan

Holding pangan yang baru dibentuk pemerintah dengan brand ID Food diharapkan bisa mengatasi permasalahan jagung di Indonesia. Modal yang dimiliki holding pangan sudah ada, menurut Sola. Bisnis holding pangan yang membentang dari hulu hingga hilir tinggal diintegrasikan dalam suatu ekosistem rantai pasok.

“Di dalam agribisnis itu, ada aspek hulu, ada aspek onfarm, ada aspek hilir. Kelihatannya di dalam holding pangan itu, sebagian sudah ada,” ujar Sola.

Baca Juga :   ID Food Pasok Minyak Goreng 392.140 Liter ke Timur Indonesia

PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani yang sudah dimerger dalam rangka holding pangan, misalnya. Kedua perusahaan ini, menurut Sola sudah terjun ke pertanian jagung. Sang Hyang Seri yang berada di banyak tempat di Indonesia, adalah perusahaan yang selama ini dikenal sebagai penghasil benih, termasuk benih jagung. Sedang Pertani memiliki kebun jagung dan juga merupakan salah satu perusahaan yang memiliki izin sebagai pengelola resi gudang jagung dari Kementerian Perdagangan. Pertani juga memiliki mesin pengering (dryer) jagung. “Artinya di hulu sudah ada,” ujarnya.

PT RNI (Persero) yang merupakan induk dari holding pangan ini, tambah Sola, juga memiliki banyak lahan yang bisa digunakan untuk pertanian jagung. “Jadi, dari segi onfarm-nya dia punya peluang karena ada lahannya,” ujarnya.

Holding ini juga bisa sekaligus menjadi pasar. PT Berdikari yang memiliki peternakan unggas tentu membutuhkan jagung untuk pakan. “Jadi, captive market sebenarnya sudah ada,” ujar Sola.

Terkait usaha di hulu, menurut Sola, holding pangan harus bersinergi dengan BUMN lainnya yaitu PT Pupuk Indonesia (Persero) yang merupakan holding pupuk untuk penyediaan pupuk dan pestisida.

Dari sisi logistik, holding pangan memiliki PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI dan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR Logistics. Kedua perusahaan ini sudah dimerger dimana yang eksis adalah PPI. Sola mengatakan selama ini, PPI sudah memiliki program kemitraan dengan petani. Melalui program kemitraan ini, PPI menyerap hasil jagung petani bila harga di pasaran rendah. Logistik yang baik juga sangat diperlukan dalam rantai pasok jagung ini, sebab seperti telah disinggung di awal, tanaman jagung tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sementara di sisi lain, pabrik pakan ternak yang merupakan konsumen terbesar jagung mayoritas berada di Jawa.

Baca Juga :   Pemerintah Takar Stok 11 Komoditas Pangan

Jadi, menurut Sola, selama ini holding pangan melalui anak-anak usahanya selama ini sudah berkecimpung di dalam bisnis jagung. “Tinggal bagaimana memperbesarnya di bawah holding ini,” ujar Sola.

Bila selama ini, BUMN-BUMN yang kini menjadi anggota holding pangan menjalankan pertanian dan bisnis jagung secara sendiri-sendiri, dengan adanya holding pangan, Sola berharap akan terbentuk suatu ekosistem agribinis jagung yang terintegrasi dari hulu hingga hilir yang dilakukan oleh holding pangan.

Holding pangan ini, tambah Sola juga harus bersinergi dengan Bulog sebagai operator dari Badan Pangan Nasional untuk menyerap jagung dari petani saat musim panen tiba. Menurutnya, holding pangan minimal memiliki cadangan 3 juta ton jagung.

“Kalau 3 juta ton itu bisa diamankan oleh holding pangan, saya rasa ini akan aman. Kelebihan produksi pada musim panen raya itu bisa diserap 3 juta ton baru didistribusikan pada musim kemarau,” ujarnya.

Sola mengatakan jagung memiliki potensi bisnis yang besar. Tidak hanya untuk pakan, yang saat ini komposisi campuran jagungnya dikurangi menjadi 30%. Lebih dari itu, jagung juga bisa diolah untuk penggunaan lain seperti gula jagung yang selama ini masih diimpor. Nilai bisnis jagung menjanjikan.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics