Herbisida Parakuat Berbahaya? Inilah Tinjauan Bisnis, Kesehatan dan Keamanan

0
2420

Sektor pertanian masih mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, salah satunya devisa negara dari aktivitas perdagangan. Oleh karena itu, peningkatan produksi pertanian Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Namun demikian ada tantangan peningkatan produktivitas pertanian, salah satunya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang meliputi hama, penyakit dan gulma. Penggunaan herbisida menjadi salah satunya yang telah digunakan masyarakat. Selain mengendalikan gulma, aplikasi herbisida juga dapat mengurangi biaya input produksi terutama biaya tenaga kerja sehingga akan menghemat pengeluaran total. Kontribusi industri herbisida dalam perekonomian Indonesia relatif kecil dibandingkan dengan indutri kimia lainnya. Namun perannya dalam industri pertanian khususnya pangan dan perkebunan sangat strategis.

Salah satu bahan aktif herbisida yang diizinkan untuk diedarkan dan digunakan di Indonesia adalah parakuat diklorida yang secara umum dikenal sebagai parakuat.  Parakuat termasuk salah satu bahan aktif pestisida terbatas untuk mengendalikan gulma.

Dalam The International Society for Southeast Asian Agricultural Sciences (ISSAAS), Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian yang mewakili Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian Muhammad Hatta mengatakan pestisida merupakan sarana perlindungan tanaman yang sangat penting dalam sistem produksi pangan. Namun demikian, pestisida dapat merugikan kesehatan dan lingkungan jika tidak digunakan dengan benar. Oleh sebab itu, menurut Muhammad Hatta, para pemangku kepentingan diharapkan terus membantu para petani di Indonesia untuk dapat memanfaatkan pestisida dengan menekan risiko sekecil mungkin. Ia berharap hasil-hasil penelitian parakuat yang dipaparkan di dalam seminar ini dapat memberikan gambaran tentang manfaat penggunaan parakuat dalam sistem produksi pangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 43 tahun 2019 tentang Pendaftaran Pestisida, herbisida parakuat termasuk pestisida terbatas pakai yang mensyaratkan pelatihan bagi para penggunanya. Kementerian Pertanian mendorong semua pihak, terutama para pemegang pendaftaran, untuk terus melatih para petani agar dapat menggunakan produk ini dengan aman.

Baca Juga :   Indonesia Kenalkan Budaya Pangan Nusantara Lewat Food Theater Spouse Program di KTT G20

Ekonom senior dari IPB University Dr. Dedi Budiman Hakim mengungkapkan hasil penelitiannya tentang kontribusi herbisida parakuat terhadap produk domestik bruto (PDB) berdasarkan data dari empat tanaman utama, yaitu kelapa sawit, karet, kakao, jagung, dan padi. Kelima tanaman tersebut mewakili 80% penggunaan parakuat di Indonesia. Ia menyatakan berdasarkan analisis pendekatan secara langsung yaitu dengan menggunakan data-data penggunaan parakuat pada kelima tanaman itu di seluruh Indonesia, dampak parakuat terhadap peningkatan nilai produksi (output) meningkat dari Rp57,2 triliun di tahun 2015 menjadi Rp72,6 triliun pada tahun 2019. Ini berarti kontribusi parakuat terhadap PDB kelima tanaman tersebut meningkat dari 5,9% di tahun 2015 menjadi 6% di tahun 2019. Tetapi kontribusi parakuat terhadap total PDB Indonesia mengalami sedikit penurunan dari 0,5% di tahun 2015 menjadi 0,47% pada tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan herbisida parakuat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional.

Dalam penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti senior dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr. dr. Juliandi Harahap tidak menemukan dampak kesehatan signifikan bila menggunakan pestisida, termasuk parakuat sesuai dengan aturan mainnya. Ia menyatakan hasil dari penelitian pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pestisida sesuai rekomendasi tidak berpengaruh terhadap kesehatan.

Baca Juga :   Badan Pangan Nasional: Februari dan Maret Bakal Surplus Beras

Penelitian lainnya dari sudut keamanan pangan juga dilakukan tim IPB University yang dipimpin oleh Prof. Dr. Dadang. Ia mengambil sampel hasil panen segar buah kelapa sawit dan kakao, serta biji jagung dan padi yang diambil dari berbagai lahan tanaman yang diaplikasikan parakuat dianalisis kandungan residunya. Ia menyatakan hasil analisis memperlihatkan bahwa residu parakuat tidak terdeteksi atau berada di bawah batas deteksi pada limit of detection 0,0151 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan parakuat sesuai rekomendasi tidak menimbulkan masalah keamanan pangan pada keempat komoditas yang dianalisis tersebut.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics