
Gig Economy Dinilai Punya Peran Besar Berdayakan Pelaku UMKM

Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) menggelar secara virtual International Conference on Management in Emerging Markets (ICMEM) 2020/Dok.SBM ITB
Director of Government Relations Vriens & Partners Donna Priadi menilai masa pandemi Covid-19 merupakan waktu yang tepat bagi masyarakat mengembangkan keterampilan dan jiwa kewirausahaan. Berbekal itu mereka bisa sebagai pekerja lepas dan perubahan demikian disebut sebagai Gig Economy.
“Sekarang perusahaan banyak melakukan PHK dan banyak industri sedang terpuruk, ini adalah waktu yang tepat untuk mengubah tantangan menjadi peluang. Orang-orang harus mempertimbangkan untuk berpartisipasi dalam Gig Economy karena ada peluangnya,” tutur Donna saat menghadiri sesi diskusi panel International Conference on Management in Emerging Markets (ICMEM) 2020 secara daring, Selasa (4/8).
Merujuk kepada Investopedia, Gig Economy merupakan suatu kondisi perekonomian di mana terjadi pergeseran status para pekerja perusahaan yang umumnya merupakan tenaga kerja permanen menjadi karyawan kontrak sementara, pekerja lepas (freelancers), atau karyawan tidak tetap (temporary workers).
Konsep Gig Economy, kata Donna, sudah lazim ditemukan dalam pasar tenaga kerja Indonesia. Hasil penelitian Universitas Airlangga pada 2019, misalnya, menyebutkan sepertiga dari 127 juta total tenaga kerja Indonesia merupakan freelancers atau independent contractors. Sementara pertumbuhan yang dialami oleh Gig Economy sepanjang 5 tahun terakhir mencapai 200%.
Donna memproyeksikan pertumbuhan Gig Economy secara global akan mencapai US$ 455 miliar pada 2023. Perkembangan Gig Economy telah sangat membantu perusahaan besar. Sebab, perusahaan yang mempekerjakan pekerja lepas akan lebih efisien, cost-effective dan memiliki keterampilan yang lebih tinggi dibandingkan karyawan dalam perusahaan-perusahaan tersebut.
Dengan kemunculan Gig Economy, konsumen kini mendapatkan pilihan yang lebih luas lagi terhadap kebutuhan jasa mereka. Para pekerja lepas cenderung lebih kreatif dan lebih siap dalam melayani kebutuhan/permintaan para konsumen. Juga cenderung lebih adaptif terhadap perubahan dan guncangan karena absennya keamanan pekerjaan memaksa mereka untuk memiliki daya bertahan yang lebih kuat dan lincah.
“Orang dengan jiwa wirausaha, mereka lebih peka terhadap perubahan. Jadi meski ada tantangannya dengan tidak memiliki keamanan kerja, itu membuat mereka lincah dan memiliki semangat bertahan yang akan membuat ekonomi lebih kuat,” kata Donna.
Di samping itu, kata Donna, perkembangan teknologi dan digitalisasi telah berhasil memudahkan para pekerja lepas dalam memasarkan jasa mereka kepada konsumen melalui platform digital dan media sosial. Ditambah lagi, perkembangan teknologi telah membawa fleksibilitas terhadap para pekerja sehingga tidak perlu memiliki kantor dan dapat bekerja dari mana saja.
“Kita dapat memulai dari dari instagram atau platform lain yang terjangkau untuk usaha kecil. Ini mendorong masyarakat untuk lebih berdaya, dengan adanya platform dan pasar untuk menunjukkan keterampilan mereka,” tambah Donna.
Platform digital ini juga cenderung dilengkapi dengan algoritma data yang dapat membantu pekerja lepas dalam mengetahui permintaan pasar secara real-time dan fokus pada kebutuhan konsumen.
Meski Gig Economy masih memiliki berbagai tantangan besar, terutama dari segi minimnya regulasi, namun Donna meyakini bahwa Gig Economy kedepannya akan memiliki peran besar dalam memberdayakan pengusaha mikro dan kecil serta pekerja lepas di Indonesia yang penuh kreativitas dan daya saing.
“Ini akan terus tumbuh di Indonesia karena kami sangat kreatif dan terus mencari peluang. Saya percaya dalam waktu dekat, orang yang bekerja di Gig Economy akan melebihi orang yang bekerja secara tradisional di perkantoran,” katanya.
Leave a reply
