Bursa ICDX Mencatatkan Transaksi Multilateral Sebesar Rp126 Triliun Pada Semester Pertama 2021

0
316

Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Group berhasil mencatatkan pertumbuhan transaksi multilateral sebesar 57,9% pada semester I-2021. Pertumbuhan ICDX di usianya yang ke-12 tahun ini menjadi salah satu bukti upaya ICDX dalam membangun ekosistem perdagangan berjangka komoditi yang terintegrasi melalui operasi terstruktur Lembaga Kliring ICH dan pusat logistik ILB.

Produk derivatif komoditas milik ICDX yang terdiri dari emas, minyak mentah, dan valuta asing (GOFX) menjadi salah satu kontributor utama pencapaian transaksi derivatif multilateral ICDX. Hingga Juni 2021, total transaksi GOFX telah mencapai 294.658 Lot settled. Angka tersebut meningkat 137% jika dibanding dengan periode yang sama pada 2020. Secara keseluruhan, hingga Juni 2021 perdagangan multilateral di bursa ICDX telah menyentuh angka Rp126 triliun. Untuk mendukung pertumbuhan tersebut, tahun ini ICDX telah meluncurkan empat kontrak spot kurs valuta asing baru yaitu NZDJPY (Micro), EURCHF (Micro), GBPCAD (Micro), dan CHFJPY.

Di sisi lain, perdagangan fisik timah juga mengalami pertumbuhan yang pesat dan menunjukkan tren naik tahun ini. Sejak diperdagangkan melalui ICDX pada Agustus 2013 hingga Juni 2021 total ekspor timah mencapai 417.331 metrik ton setara dengan US$8,2 miliar atau Rp1,18 triliun. Hal ini menunjukkan Indonesia dapat menjadi tulang punggung pasar timah dunia, dan pasar timah diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih bagi perekonomian Indonesia.

Baca Juga :   Transaksi Multilateral di ICDX, Kontrak Emas Jadi Primadona Pasar

Tahun ini ICDX juga tengah menyiapkan pasar fisik emas digital, pasar fisik aset kripto, Sistem Resi Gudang (SRG), dan Pasar Lelang Komoditas (PLK). Dengan adanya pasar fisik emas digital diharapkan masyarakat dapat terlindung dari tindakan merugikan atau penipuan, dan menghindari transaksi ilegal. Sementara itu dengan terbentuknya SRG dan PLK diharapkan dapat menciptakan harga yang transparan sehingga dapat memberikan keuntungan bagi pelaku usaha, penjual, dan pembeli.

ICDX melihat potensi SRG untuk membantu pembiayaan bagi para petani yang kesulitan dalam mendapatkan akses pembiayaan untuk melakukan usaha tani sehingga mampu mengurangi ketergantungan para petani terhadap perantara. Sebagai Pusat Registrasi, ICH akan melakukan pencatatan komoditas yang disimpan di gudang, sehingga dapat membantu pemerintah untuk melakukan pengecekan ketersedian stok komoditas di daerah-daerah. ICH nantinya akan bekerjasama dengan lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan dalam memfasilitasi pembiayaan bagi pemilik komoditas yang disimpan di gudang dan tercatat di Pusat Registrasi ICDX.

Dengan SRG diharapkan para petani mendapatkan harga jual yang lebih baik dari sebelumnya dengan memanfaatkan sistem tunda jual. Selain itu, transaksi di PLK ICDX diharapkan juga dapat memberikan jaminan keamanan bagi pembeli dan penjual sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya gagal serah dan gagal bayar. Harga yang terbentuk dari proses lelang juga diharapkan menjadi harga acuan bagi komoditas tersebut. Kedepannya ICDX berencana untuk mengintegrasikan SRG dan PLK, di mana barang yang disimpan di gudang SRG dan tercatat di Pusat Registrasi dapat dilelangkan oleh ICDX melalui PLK.

Baca Juga :   ICDX Tambah Lokasi Penyerahan CPO, dari 2 Menjadi 19 Lokasi

“ICDX berharap dapat terus meningkatkan nilai transaksi kami pada tahun ini. Tentunya pencapaian yang ada saat ini tidak lepas dari dukungan banyak pihak mulai dari Bappebti selaku regulator kami, pialang, partner dan para investor. Kami berharap dapat terus bersinergi baik dengan seluruh pihak untuk dapat meraih pencapaian yang lebih besar di tahun-tahun mendatang,” ujar CEO ICDX, Lamon Rutten dalam siaran pers, Kamis (22/7).

Komisaris Utama ICDX, K.H Said Aqil Siradj mengatakan saat ini ICDX tengah menyoroti kondisi ekonomi hijau global. Indonesia memiliki peluang untuk menjadi salah satu sentra perdagangan karbon dan mengimplementasikan ekonomi hijau. Dengan bentang alam yang luas dan sumber daya alam yang menjadikannya sebagai salah satu paru-paru dunia, Indonesia berpotensi besar menjadi produsen karbon utama.

“Lahan-lahan kita telah dikaruniai dengan kemampuan menyerap karbon yang besar dan menyumbangkan 75 hingga 80 persen kredit karbon dunia. Melihat kepentingan tinggi akan upaya penanggulangan pemanasan global, kredit karbon dapat menjadi komoditas yang sangat strategis dan berkelanjutan,”ujar Said.

Baca Juga :   ICDX Tunjuk Anang Eko Wicaksono Jadi Corporate Secretary

Lamon Rutten menambahkan secara global, ribuan perusahaan telah berkomitmen untuk netral terhadap produksi karbon pada tahun 2050, hal ini sejalan dengan Perjanjian Paris 2015. Dalam kebanyakan kasus, perusahaan-perusahaan ini tidak dapat mengubah solusi teknologi mereka sedemikian rupa sehingga mereka tidak lagi memancarkan gas rumah kaca. Sebaliknya, mereka harus membeli kredit karbon di pasar untuk mengimbangi sisa emisi gas rumah kaca mereka. Penyeimbangan karbon dihasilkan baik oleh perusahaan yang mengurangi emisi karbon di bawah garis dasar yang disepakati, atau oleh perusahaan yang menangkap karbon dari atmosfer, misalnya melalui proyek kehutanan.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

TagsICDX

Leave a reply

Iconomics