BPS: Masyarakat Berpenghasilan Rendah Paling Terdampak Covid-19

0
165
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan masyarakat berpenghasilan rendah paling terdampak akibat wabah Covid-19 jika dibandingkan dengan masyarakat berpenghasilan menengah-atas. Semua ini dampak dari jaga jarak sosial, bekerja dari rumah dan penerapan Pembatasan Sosia berskala Besar (PSBB).

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, survei yang dilakukan timnya menemukan 7dari 10 responden golongan berpendapatan rendah dengan penghasilan sama dengan atau di bawah Rp 1,8 juta mengaku mengalami penurunan pendapatan di masa Covid-19. Sementara 3 dari 10 responden golongan berpendapatan menengah-atas (sampai dengan atau di atas Rp 7,2 juta) mengaku mengalami penurunan.

“Pendapatan menurun hampir di seluruh lapisan masyarakat baik di bawah maupun sampai atas, tetapi kedalamannya lebih terasa pada penduduk berpendapatan rendah. Artinya dampak Covid-19 kepada pendapatan lebih dalam kepada masyarakat berpendapatan rendah,” kata Suhariyanto saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (22/6).

Selain itu, menurut Suhariyanto, pandemi covid-19 telah menyebabkan perubahan besar perilaku masyarakat, baik dari sisi mobilitas penduduk, pendapatan maupun perubahan pola konsumsi. Sesuai hasil survei tersebut, tingkat konsumsi responden terhadap produk makanan dan kesehatan meningkat, namun konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dan transportasi umum menurun.

Baca Juga :   Komisi XI DPR Nyatakan Kinerja OJK 2021 Tidak Optimal dan Kualitasnya Perlu Ditingkatkan

Sementara pengeluaran dalam hal pulsa dan paket data terjadi peningkatan. “Jadi ada sektor-sektor yang mengalami kemunduran tapi ada yang mengalami gain,” ujar Suhariyanto.

Pelemahan daya beli masyarakat karena menurunnya pendapatan, kata Suhariyanto, tercermin dari tingkat konsumsi masyarakat. Data BPS menunjukkan konsumsi rumah tangga untuk Kuartal I/2020 hanya 2,84% atau turun dari 5,02% dibanding periode yang sama pada 2019 (year-on-year/yoy). Penurunan tersebut didorong oleh penurunan konsumsi non-makanan yang telah jatuh ke 1,38%.

Pembelanjaan masyarakat dari sisi transaksi non-tunai pun mengalami penurunan yang sangat dalam. Pada Kuartal I/2020, nilai transaksi uang elektronik, kartu debit dan kartu kredit terkontraksi sebesar -1,07% (yoy), namun pada kuartal II diperkirakan kontraksi tersebut akan lebih dalam lagi, mencapai -18,96% yoy.

Berdasarkan faktor tersebut, kata Suhariyanto, pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II/2020 dipastikan akan mengalami kontraksi. Tapi, BPS belum dapat menyebut berapa besaran kontraksi ekonomi Indonesia dalam periode tersebut.

“Kalau disimpulkan Covid-19 membawa perubahan besar baik ke perilaku masyarakat, mobilitas, pendapatan maupun pola konsumsi. Maka skema pemulihan ekonomi perlu memperhatikan perubahan perilaku konsumsi dan perlu diantisipasi dari sisi permintaan kemudian penawaran harus mengikuti kesana dan kemudian investasi,” kata Suhariyanto.

Leave a reply

Iconomics