Bicara Mengenai Sawit, Menko Airlangga Bicarakan Tata Kelola Kelapa Sawit hingga EUDR Desember 2024

0
56

Total nilai ekspor produk kelapa sawit Indonesia mencapai US$40 miliar atau kurang lebih 14,2% total ekspor non migas Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan industri kelapa sawit juga menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 2,4 juta pekebun swadaya dan tenaga kerja dan secara langsung dan tidak langsung sebanyak 16 juta tenaga kerja.

“Jadi, industri berkontribusi positif dalam pertumbuhan PDB di sektor perkebunan, di mana pada triwulan II-2024 bertumbuh positif di angka 5,05%,” kata Menko Airlangga dalam acara Seminar Policy Brief Peserta PKN Tingkat I Angkatan LX Lembaga Administrasi Negara (LAN) Tahun 2024 pada Rabu (02/10/2024).

Terkait policy brief yang disampaikan, beberapa poin penting yang ditanggapi Menko Airlangga, yaitu antara lain dalam mengintegrasikan kebijakan tata kelola kelapa sawit yang berkelanjutan akan diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Strategi dan Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (SANAS KSB) Tahun 2025-2029. Lalu, terkait kelembagaan yang menangani sektor kelapa sawit, pada 2015, Pemerintah telah membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan Komite Pengarah yang terdiri dari delapan kementerian dan menjadi wadah merumuskan kebijakan terkait industri kelapa sawit dari hulu sampai hilir.

Baca Juga :   Jelang Nataru, Pemerintah Ingatkan Prokes Ketat

Program mandatori biodiesel merupakan konsepsi nyata dari implementasi hilirisasi produk kelapa sawit. Kebijakan biodiesel dimulai sejak 2009 dengan pembiayaan APBN, lalu sejak 2015 melalui pembiayaan BPDPKS. Program B35 di 2023 telah berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32,6 juta ton CO2. Target volume penyaluran B35 pada 2024 sebesar 13,4 juta KL, dengan realisasi penyaluran 8,49 juta KL sampai Agustus 2024. Sementara itu, mandatori B40 ditargetkan dimulai pada 2025, dengan penyaluran sebesar 16,08 juta KL dan potensi penghematan devisa sebesar Rp158,86 triliun.

“Karena pertama kita tidak ingin menggantungkan kepada impor solar, jadi memproduksi biofuel yang merupakan arahan Pemerintahan ke depan. Sekarang B35 diharapkan bisa ke B40, bahkan ke B100 walaupun dengan teknologi berbeda. Jadi, ini yang Pemerintah akan terus dorong,” kata Menko Airlangga.

Pemerintah juga sedang dalam proses pengembangan palm kernel expeller (PKE) atau bungkil sawit yang berpotensi menjadi pakan ternak serta dapat diolah menjadi bioetanol yang diharapkan dapat masuk dalam daftar Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang diakui oleh International Civil Aviation Organization (ICAO). Saat ini, Kemenko Perekonomian telah membentuk Tim Percepatan Pemanfaatan PKE untuk Bahan Baku CORSIA SAF yang terdiri atas kementerian/lembaga terkait.

Baca Juga :   OJK Dorong Perbankan Tambah Pembiayaan untuk Petani Sawit

Dalam menjawab tantangan global atas produk-produk kelapa sawit yang berkelanjutan, terutama dalam menghadapi kebijakan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) yang akan diberlakukan pada akhir Desember 2024, Pemerintah telah membangun Dasbor Nasional Data dan Informasi Komoditi Berkelanjutan Indonesia yang meliputi komoditas yang terdampak kebijakan EUDR, yaitu kelapa sawit, kakao, karet, kopi dan kayu.

“Salah satu komponen penting yang dipersyaratkan dalam EUDR adalah legalitas dan asal usul lahan perkebunan. Pada prinsipnya, informasi tersebut sudah dapat dipenuhi melalui Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) yang merupakan kewenangan dari Kementerian Pertanian,” kata Menko Airlangga.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics