Batalnya Dakwaan 13 MI di Kasus Jiwasraya Bukti JPU Ceroboh dan Tidak Profesional

0
531

Pakar hukum pidana Chairul Huda menilai jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus korupsi  PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan 13 manajer investasi (MI) sebagai terdakwa tidak profesional. Pasalnya, dakwaan terhadap 13 MI itu tidak terkait antara satu dengan yang lainnya baik waktu maupun tempatnya sehingga dibatalkan oleh majelis hakim.

“Ya jelas dakwaannya berarti tidak jelas, obscuur libel, dakwaannya kabur. Sehingga dibatalkan oleh majelis hakim, saya kira tepat,” kata Chairul dalam keterangannya , Minggu (22/8).

Chairul mengatakan, putusan majelis hakim dengan membatalkan dakwaan tersebut menjadi bukti ketidakprofesionalan JPU. Agak ganjil mendakwa peristiwa yang berdiri sendiri lalu didakwa dalam satu surat dakwaan.

Karena itu, kata Chairul, Jaksa Agung ST Burhanuddin harus bertanggung jawab atas kecerobohan anak buahnya tersebut karena tidak profesional. Para jaksa yang mendapat penugasan itu pun perlu dieksaminasi.

“Profesionalitasnya begitu lho sebagaimana kasus itu penting dan sedang menjadi pusat perhatian masyarakat, perkara penting kok bisa dengan ceroboh dijadikan satu seperti itu,” kata Chairul.

Baca Juga :   PLN Monitor Uji Coba Kompor Listrik di Solo dan Denpasar

Menurut Chairul, 13 MI itu tidak dapat dianggap lagi sebagai terdakwa dalam perkara korupsi Jiwasraya. Mengapa? Sebabnya, dakwaan batal demi hukum, maka perkara itu dicoret dari registrasi perkara di pengadilan. Dengan kata lain, perkara dikembalikan ke Kejaksaan sehingga tidak ada terdakwanya.

“Terdakwa kan adanya di pengadilan, bagaimana sih? Begitu. Jadi status mereka itu kembali ke status sebelumnya. Katakanlah status sebelumnya sebagai tersangka, maka mereka adalah tersangka. Tapi bukan berarti statusnya tetap menjadi terdakwa, ini namanya bodoh, sudah tidak ada lagi status terdakwanya, saya heran dan bertanya-tanya mereka itu lulusan mana,” kata Chairul.

Dengan fakta itu, kata Chairul, JPU dalam perkara tersebut perlu ditempatkan lagi di luar DKI Jakarta agar belajar dulu dalam menangani sebuah perkara. Itu menjadi sebuah sanksi bagi mereka karena kejadian ini menunjukkan JPU tidak mengerti hukum acara.

“Nggak baca itu hukum acara. Menunjukkan kalau sudah salah itu ngotot pula. Berarti Kapuspenkumnya itu juga salah. Sudah keliru, tapi ngotot pula begitu lho. Itu yang menunjukkan tidak profesional. Tolonglah, sudah banyak orang cerdas di Indonesia. Nggak perlu menutupi kesalahan dan berdalih dengan alasan yang semakin membuat mereka terlihat bodoh,” kata Chairul.

Baca Juga :   Publik Sudah Bisa Akses Data Penyaluran BBM di Situs Pertamina

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menilai kegagalan JPU membuat dakwaan dalam kasus 13 MI menjadi bukti bahwa hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terkait kredibilitas Kejaksaan yang rendah di mata masyarakat.

“Ini alarm buat Kejaksaan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Jelas putusan hakim sudah cermat dan cerdas yang menolak dakwaan JPU. Kondisi hukum Indonesia sudah runtuh karena aksi penegakan hukum yang serampangan ini,” kata Haris.

Jaksa Agung ST Burhanuddin, kata Haris, harusnya sadar dari kekhilafannya dalam menangani kasus Jiwasraya maupun PT Asabri (Persero). Pasalnya, kasus ini diduga kuat sudah merugikan pihak ketiga.

“Perkara Jiwasraya-Asabri bukan lagi persoalan nominal semata, tapi ratusan ribu nasabah maupun investor sudah dirugikan dalam kasus ini. Jaksa Agung harus sadar dari kekhilafannya sebagai penegak hukum,” ujan Haris.

Leave a reply

Iconomics