
Aprindo: Konsumsi Ritel Melambat karena 2 Faktor Ini

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey/The Iconomics
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menilai tingkat konsumsi ritel tidak optimal karena disebabkan beberapa faktor. Ketidakoptimalan itu bukan karena daya beli masyarakat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan konsumsi masih berfluktuasi sekitar 5,5%.
“Banyak yang menyebut bahwa ritel masih underperform, kita semua setuju soal itu. Tapi, underperformance berada di tingkat konsumsi, bukan daya beli,” kata Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey di Jakarta kemarin.
Roy mengatakan, stagnasi konsumsi masyarakat saat ini disebabkan beberapa faktor. Pertama karena inflasi. Tingkat inflasi secara nasional mencapai sekitar 4%, tetapi di tiap-tiap daerah inflasinya beragam. Di Maluku, misalnya, inflasi mencapai 6%, sementara di Jawa, Sumatera berkisar 4% hingga 5%.
Berdasarkan data itu, kata Roy, tingkat konsumsi dipengaruhi tingkat dan nilai inflasi yang tinggi. Karenanya harga barang komoditas di daerah juga meningkat. Karena harga barang yang tinggi itu, maka tingkat konsumsi masyarakat jadi rendah.
Di samping inflasi, faktor lain yang mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat, menurut Roy, soal sentimen. Artinya, pengaruh situasi politik dalam negeri dan ketidakpastian perekonomian global. Karena sentimen ini, mendorong masyarakat memilih menabung ketimbang mengkonsumsi.
Karena itu, kata Roy, merujuk kepada data BPS, tingkat konsumsi masyarakat hanya mengalami perlambatan dan belum hilang. “Indeks kepercayaan konsumen kita mengalami penurunan dari 124% menjadi 120%. Tapi, nilai ini masih di atas 100% sehingga menunjukkan optimisme masyarakat untuk berbelanja masih baik walau ada sedikit yang menahan untuk berbelanja,” kata Roy.
Leave a reply
