Ada Ancaman Hiper Inflasi dan Suku Bunga Tinggi, Bagaimana Prospek Industri Pembiayaan Tahun Ini?

0
473

Setelah mengalami tekanan yang berat selama tahun 2020 dan tahun 2021, industri pembiayaan tanah air diperkirakan akan kembali tumbuh positif pada tahun 2022 ini, di tengah munculnya tantangan baru perekonomian yaitu hiper inflasi dan kenaikan suku bunga.

“Dengan indikator-indikator pertumbuhan ekonomi (domestik), walaupun kita diterpa isu-isu hiper inflasi, kenaikan tingkat suku bunga, kalau di perusahaan pembiayaan saya yakin kalau orang beli mobil dan motor, naik suku bunga 2%, 3% enggak terlalu berpengaruh. Pernah kita mengalami suku bunga kredit perbankan itu 18%, tetap orang tetap beli kendaraan waktu itu,” ujar Suwandi Wiratno, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) dalam acara ‘Prospek Pemulihan Ekonomi Indonesia di Tengah Perubahan Geopolitik Global Pascapandemi’ yang digelar Bisnis Indonesia, Selasa (2/8).

Tanda-tanda perbaikan kinerja perusahaan pembiayaan sudah terlihat. Per April 2022 lalu, piutang pembiayaan sudah kembali tumbuh sekitar 4,5% year on year. Sebelumnya, sepanjang tahun 2020 dan 2021, piutang pembiayaan mengalami kontraksi masing-masing 18,2% dan 1,5%.

Baca Juga :   Tingkatkan Literasi dan Inklusi, BRI Finance Gelar TalkShow Bersama APPI, BRI Danareksa Sekuritas dan Industri Otomotif

Suwandi mengatakan pertumbuhan piutang pembiayaan per April lalu, terutama didorong oleh pertumbuhan pada pembiayaan investasi dan modal kerja yang masing-masing tumbuh 16% dan 17,5%. Sementara, piutang pembiayaan multiguna masih mengalami kontraksi sebesar 4,8%.

Lebih jauh Suwandi menjelaskan, pertumbuhan pada pembiayaan investasi dan modal kerja terjadi karena kenaikan harga komoditas, seperti batubara dan nikel, yang sudah terjadi sejak September 2020.

Tren pertumbuhan perusahaan pembiayaan ini diperkirakan akan terus berlanjut sepanjang tahun ini, karena penjualan mobil, motor dan alat berat sudah kembali bergairah.

Seperti diketahui, pada tahun 2020, penjualan mobil anjlok hingga ke level 540 ribu unit, dari sekitar 1,1 juta unit selama lima tahun berturut-turut sebelumnya. Tahun 2021, penjualan mobil kembali naik ke level 887 ribu. “Ekspektasi kita di tahun 2022, bisa menjual 900 ribu,” ujar Suwandi.

Penjualan motor juga demikian. Pernah mencapai level tertinggi di 11 juta unit pada 2011, pada tahun 2020 penjualan motor anjlok hingga 4,3 juta unit. Tahun 2021 naik lagi menjadi 5,8 juta unit. Suwandi mengatakan tahun ini, penjualan motor diperkirakan mencapai 6,4 juta unit.

Baca Juga :   Peringati HUT ke-23, BAF Tebar Kejutan dan Jaga Kualitas Pelayanan

Perusahaan pembiayaan juga tergantung pada industri alat berat. Saat pandemi Covid-19 melanda, penjualan alat berat turun menjadi sekitar 7.000 unit pada tahun 2020. Tahun 2021, kembali meningkat ke level 14.000 unit karena kenaikan harga batubara dan nikel. Tahun 2022 ini, penjualan alat berat ditargetkan mencapai 18.000 unit.

“Di kuaartal pertama 2022 saja penjuaan alat berat sudah 6.400. Artinya, ekspektasi penjualan alat berat di tahun 2022 ini adalah di kisaran 22 ribu sampai 24 ribu. Ini merupakan potensi untuk perusahaan pembiayaan mendapatkan bisnis dari para pelaku pertambangan, agrikultur, konstruksi dan kehutanan,” ujar Suwandi.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics