Ketua DK OJK Beberkan Risiko Kebijakan Tarif Amerika Serikat terhadap Perekonomian Indonesia

0
27

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar membeberkan dampak kebijakan tarif impor pemerintah Amerika Serikat terhadap perekonomian Indonesia.

Dalam konferensi pers bulanan OJK, Jumat (11/4), menjawab pertanyaan wartawan, Mahendra berpendapat kebijakan tarif perdagangan Amerika ini dapat mengubah tatanan sistem perdagangan global yang selama ini mengikuti perjanjian multilateral melalui World Trade Organization (WTO), maupun prinsip-prinsip serupa yang diterapkan di tingkat kawasan regional dan bilateral, menjadi “bentuk perdagangan yang diatur lebih berdasarkan bilateral case by case.

“Jadi, ini perubahan yang sangat mendasar tentunya,” ujar Mahendra.

Perubahan yang drastis tersebut, jelas Mahendra, menimbulkan risiko “ketidakpastian” yang berdampak kepada volatilitas berbagai hal, termasuk pasar keuangan. 

Meski kebijakan tarif tersebut berdampak pada perekonomian, baik global maupun domestik,  tetapi menurutnya, paparan atau exposure perekonomian Indonesia (produk domestik bruto) terhadap perdagangan luar negeri, relatif tidak terlalu tinggi dibandingkan negara lain.

“Kalau untuk Indonesia itu ada di kisaran 36-38%. Artinya, walaupun secara nilai itu besar, tetapi kalau dibandingkan dengan negara-negara lain itu kecil, kalaupun tidak kecil sekali. Sebagai perbandingkan saja, kalau di Singapura itu 300%, Malaysia dan Thailand di atas 125-150%, di Filipina dan Vietnam sekitar 90-100%,” bebernya.

Baca Juga :   OJK Masih Butuh Aturan Teknis untuk Penyelenggaraan Bursa Karbon

Nilai perdagangan luar negeri Indonesia, jelasnya, berada di kisaran US$250 miliar. Dari jumlah tersebut, porsi ekspor ke Amerika Serikat sekitar 10%.

“Dari 10%-nya itu, bisa dikatakan tidak lebih dari 35% atau dengan kata lain keseluruhannya 4-5% yang akan terpengaruh terhadap penetapan tarif, kalau [tarif impor] itu dijadikan 32% seperti rencana semula,” ujarnya.

“Jadi, besarannya, kalau dihitung keseluruhannya hanya kurang dari 1% terhadap PDB,”tambahnya.

Saat ini, kebijakan tarif Amerika Serikat tersebut ditunda selama 90 hari, setelah sebelumnya direncanakan diterpakan mulai 9 April. Mahendra mengatakan, penundaan tersebut menjadi kesempatan untuk negosiasi.

“OJK tentu mendukung penuh langkah yang diambil oleh pemerintah untuk melakukan negosiasi, tidak melakukan retaliasi terhadap penetapan tarif itu karena dengan begitu bisa mencari formula yang saling menguntungkan,” ujarnya.

Terkait dampak kebijakan tarif Amerika Serikat tersebut terhadap sektor keuangan, Mahendra mengatakan OJK kini proaktif membahas dampak kebijakan tarif tersebut terhadap industri dan sektor-sektor tertentu, bersama Kementerian dan Lembaga sesuai arahan Presiden Prabowo dalam sarasehan ekonomi pada Selasa (8/4) lalu.

Baca Juga :   Pasca Terbitnya CIU, OJK Perintahkan Investree Penuhi Kewajibannya, Apa Saja Kewajibannya?

“Tanpa menunggu hasil [penundaan] yang tiga bulan itu, kami melakukan kebijakan atau pun langkah-langkah bersama di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian untuk sektor-sektor yang terkena first round impact dari kebijakan tarif ini,” ujarnya.

Mahendra mengatakan komitmen pemerintah Indonesia yang menjadikan kebijakan tarif pemerintah Amerika Serikat sebagai momentum untuk mereformasi iklim dan kondisi investasi di Indonesia akan meningkatkan daya saing Indonesia, tidak hanya di Amerika serikat tetapi juga di seluruh dunia. 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics