
Pemerintah Indonesia Masih Kaji Dampak Kebijakan Tarif Impor 32% dari Amerika Serikat

Donald Trump/Ant
Pemerintah Indonesia belum memberikan tanggapan resmi atas kebijakan tarif impor 32% dari pemerintah Amerika Serikat yang diumumkan pada 2 April oleh Presiden Donald Trump.
Semula pemerintah melalui Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian menjadwalkan konferensi pers secara virtual pada pukul 10.45 WIB untuk merespons kebijakan tarif dari pemerintah Amerika Serikat tersebut.
Konferensi pers itu direncanakan dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri dan Wakil Menteri Industri.
Namun, setelah sejumlah wartawan menunggu, Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian mengumumkan konferensi pers ditunda.
“Terkait kebijakan tarif AS tersebut di atas sangat teknis dengan beragam komoditas sehingga masih memerlukan pembahasan secara komprehensif di tataran masing-masing Kementerian/Lembaga,” tulis Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian dalam pengumuman kepada wartawan.
Sebelumnya, Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor untuk semua negara di dunia dengan besaran tarif yang beragam. Untuk Indonesia dikenakan tarif impor 32%.
Pengamat pasar menilai kebijakan tersebut bakal membuat nilai tukar Rupiah makin tertekan dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHGS) pasca libur Lebaran nanti akan melemah.
Pengamat pasar, yang juga Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi memperkirakan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat bisa menembus level 16.900, bahkan 17.000.
“Ini harus berhati-hati,” ujar Ibrahim kepada wartawan, Kamis (3/4).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pasca libur panjang Lebaran juga diperkirakan akan turun 2% hingga 3%, kata Ibrahim.
“Karena dampak dari perang dagang ini cukup luar biasa, apalagi Indonesia sudah masuk dalam bea impor dari Amerika,” ujarnya.
Untuk mengurangi dampak bea masuk 32% atas impor barang-barang dari Indonesia ke Amerika Serikat, Ibrahim menyarankan “pemerintah harus melakukan perlawanan” dengan menerapkan tarif 32% atas barang-barang impor dari Amerika Serikat.
Pemerintah, imbuhnya, juga mesti sigap mencari pasar baru, apalagi Indonesia sudah bergabung dengan aliansi perdagangan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, South Africa).
“Sehingga anggota BRICS ini harus dijalankan supaya yang tadinya ekspor Indonesia ke Amerika mengalami surplus itu dialihkan,” ujarnya.
Pemerintah, tambah Ibrahim juga mesti “menggelontorkan stimulus untuk menanggulangi dampak dari perang dagang ini.”
Sementara untuk Bank Indonesia, Ibrahim menyarankan untuk tetap melakukan intervensi di pasar, terutama pembelian valuta asing dan obligasi untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah.
Leave a reply
