
Melihat Kondisi Domestik, Bank Indonesia Punya Ruang Turunkan Suku Bunga

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo
Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuannya dalam Rapat Dewan Gubernur 20-21 September 2023. BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap sebesar 5,75%. Demikian juga suku bunga Deposit Facility dan suku bunga Lending Facility masing-masing tetap di level 5,00% dan 6,50%.
Tingkat suku bunga acuan ini bertahan pada level tersebut sejak awal tahun ini, ditengah masih agresifnya bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed) mengerek suku bunga acuannya.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan sebenarnya melihat data ekonomi domestik, Bank Indonesia memiliki ruang untuk meninjau kebijakan suku bunganya.
Tetapi “ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat”, menahan langkah Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan.
“Kalau hanya mempertimbangkan ekonomi domestik yaitu inflasi yang rendah dan terus akan rendah, tentu saja ada ruangan-ruangan untuk melihat kembali kebijakan suku bunga BI, sekaligus juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Perry di Jakarta, Kamis (21/9).
Masalahnya, tambah Perry, adalah kondisi “global yang memang sangat tidak menentu.”
“Apalagi sampai sekarang pun dollar semakin menguat,” ujar Perry.
Karena itulah, Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur bulan September ini tetap mempertahankan suku bunga acuannya dan fokus untuk melakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Perry mengatakan Bank Indonesia memperkirakan inflasi di dalam negeri akan terkendali di level 3% pada akhir tahun 2023 ini dan pada akhir tahun 2024 berada di level 2,8%.
Memang ada ancaman dari kenaikan harga beras, tetapi menurut Perry, Bank Indonesia dan Pemerintah terus melakukan upaya pengendalian inflasi pangan, baik melalui bantuan beras kepada keluarga tidak mampu, maupun dengan menambah stok beras.
“Mengenai inflasi pangan kami yakinkan bahwa koordiansi tim pengendalian inflasi pusat dan daerah melalui gerakan nasional pengendalian inflasi pangan itu terus secara efektif dilakukan. Sehingga kami yakin inflasi tahun ini tetap terkendali di sekitar 3% dan tahun depan itu bisa turun menjadi 2,8% di akhir tahun 2024,” ujarnya.
Ancamannya memang datang dari luar. Perry mengatakan Bank Indonesia memperkirakan bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed) masih akan menaikkan suku bunga acuan pada awal November 2023, setelah pada September ini mempertahankan Fed Fund Rate (FRR) di level 5,25-5,50%.
“Tetapi, memang ini kemungkinan kenaikan yang terakhir di awal November nanti. Tetapi tetap setiap bulan kami mereviu bacaan sesuai dengan informasi terkini baik dari pernyataan The Fed maupun juga perkiraan-perkiraan kita mengenai inflasi di Amerika dan juga pertumbuhan ekonomi di Amerika,” ujar Perry.
Setelah kenaikan terakhir pada November, Bank Indonesia memperkirakan The Fed terus mempertahankan (hold) FRR untuk beberapa waktu.
“Sehingga fenomena higher for longer itu akan berlangsung dan berlanjut hingga tahun 2024 khususnya di paruh pertama 2024,” ujar Perry.
Kondisi inilah yang membuat Bank Indonesia menyatakan “ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.” Hal ini antara lain tercermin dari indeks Dollar Amerika Serikat terhadap mata uang lainnya yang terus meningkat. Saat ini indeks dollar terhadap mata uang lainnya berada di level 105,4, bahkan menurut Perry, ada yang memperkirakan bisa menembus 106.
“Artinya memang ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat, Fed Fund Rate yang kemungkinan akan naik bulan November, ekonomi Amerika yang strong, sementara inflasinya juga sudah turun tetapi turunnya lambat banget. Itu yang kemudian juga membuat dollar sangat kuat,” ujarnya.
Bank Sentral Eropa juga kemungkinan akan tetap mempertahankan suku bunga acuannya, setelah kenaikan terakhir, karena memang inflasinya belum turun dan ekonomi Eropa yang melambat.
Dalam kondisi ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat ini, Perry mengatakan fokus Bank Indonesia adalah menjaga nilai tukar Rupiah. Selain dengan tetap mempertahankan suku bunga acuan, stabilisasi Rupiah juga dilakukan melalui intervenasi di paar dan inovasi dalam operasi moneter.
Untuk inovasi operasi moneter, Bank Indonesia menggantikan reverse repo menjadi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang lebih pro market. Instrumen operasi pasar SRBI ini diharapkan akan menarik investasi portofolio termasuk dari investor asing atau non resident sehingga semakin memperdalam pasar valas dan bisa mendukung stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Leave a reply
