
ICEF dan IESR Dorong Pemerintah untuk Reformasi Sistem Kelistrikan yang Mampu Mengintegrasikan EBT

Manajer Program Transformasi energi IESR Deon Arinaldo (kanan)/Dok. Iconomics
Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi sistem ketenagalistrikan yang mampu mengintegrasi energi baru terbarukan (EBT).
Reformasi sistem tersebut dapat dilakukan melalui energi surya dan angin atau variable renewable energy (VRE) dengan kapasitas yang lebih besar dengan operasi sistem ketenagalistrikan yang fleksibel, dan mampu memperkuat kapasitas forecasting VRE dan revitalisasi infrastruktur jaringan.
Manajer Program Transformasi energi IESR, Deon Arinaldo mengatakan pihak-pihak terkait perlu melakukan inventarisasi data perkiraan cuaca, sehingga membuat perkiraan atau forecasting yang lebih akurat. Di samping itu, inventarisasi juga berpengaruh pada perencanaan investasi pembangkit EBT yang efisien.
Selain itu, Deon mengatakan kolaborasi dengan pihak seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk perkiraan cuaca penting dan berpotensi untuk dilakukan. Aktualisasi kondisi cuaca di masing-masing tempat juga perlu untuk dilakukan.
“Ketersediaan data perkiraan cuaca, radiasi surya untuk publik penting karena akan bermanfaat dan menguntungkan banyak pihak. Data yang akurat menjadi basis fleksibilitas sistem sehingga bisa melihat kebutuhan baterai, variasi energi terbarukan dan lain-lain,” kata Deon saat menjadi pembicara dalam acara Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (19/09/2023).
Masih dalam kesempatan yang sama, Senior Advisor Programme Manager International Energy Agency (IEA), Michael Waldron mengatakan bauran VRE yang dimiliki Indonesia masih berada di bawah 1% dari tahap pertama integrasi VRE.
Kata Michael, hal itu membuktikan bahwa pengoperasian VRE masih memberikan dampak yang sedikit terhadap sistem ketenagalistrikan di Indonesia. Untuk itu, perencanaan ke depannya memerlukan pertimbangan bauran VRE yang lebih tinggi.
“Sistem energi Indonesia dapat mempersiapkan porsi energi terbarukan yang lebih besar melalui penerapan kontrak baru. Memberikan insentif untuk investasi di jaringan listrik, mengembangkan strategi fleksibilitas sistem,” ucapnya.
Sementara itu, VP Business Development Indonesia Battery Corporation (IBC) Bayu Yudhi Hermawan mengatakan, pihaknya semakin serius untuk mengembangkan battery energy storage system (BESS) atau teknologi yang mampu menyimpan energi listrik dengan menggunakan baterai khusus.
Bayu menjelaskan, BESS dapat menyimpan energi berlebih yang didapat dari sistem EBT untuk menyuplai beban ketika sumber EBT tidak dapat menghasilkan energi. Menurut Bayu, ada banyak faktor yang membuat proyek BESS berhasil, mulai dari teknologi, daya saing, harga, inovasi, dan pertumbuhan pasar.
“Harga baterai terus turun saat ini diperkirakan di bawah US$200 per kilowatt hour dan harga perkiraan terus menurun. Jadi kita optimis pembangunan BESS menjadi momen tepat bagi masa depan Indonesia,” ucap Bayu.
IBC sendiri, kata Bayu, tengah membangun industri terintegrasi dari hulu hingga hilir untuk memproduksi sel baterai untuk kendaraan listrik baik mobil dan motor. Bayu menilai, Indonesia memiliki potensi besar sebagai produsen nikel terbesar di dunia. Untuk itu, IBC menjalankan proyek berbasis nikel, utamanya untuk sisi hilir yakni pada ekosistem kendaraan listrik dan baterai.
“Berkaitan investasi kapabilitas, kita yakin dapat menjadi negara yang bisa bersaing dengan negara lain. Sumber daya kita nomor satu dunia terkait cadangan dan produsen nikel,” tutur Bayu.
Leave a reply
