
Menteri BUMN: Kami Ingin Bentuk 15 Subholding

Menteri BUMN Erick Thohir (berbaju biru)/The Iconomics
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedang memetakan jumlah subholding atau kluster perusahaan-perusahaan milik negara. Ditambah lagi Menteri BUMN Erick Thohir menginginkan adanya pembentukan 15 subholding.
Dari jumlah itu, kata Erick, tiap-tiap Wakil Menteri BUMN akan mengelola 7 subholding. Sementara 1 subholding yang tersisa akan digolongkan sebagai BUMN dead-weight. Artinya, perseroan yang secara kinerja keuangan merosot, tidak kompetitif, dan yang sudah mangkrak.
BUMN yang masuk golongan ini, kata Erick, akan ditinjau kembali untuk dilakukan aksi merger atau likuidasi. “Jadi mungkin 15 (subholding) tapi belum selesai. Karena tidak mungkin wamen-wamen, termasuk saya mengontrol 147 perusahaan. Belum lagi anak perusahaan, cucu dan cicit,” kata Erick di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (21/2).
Dikatakan Erick, salah satu faktor yang masih ditunggu dalam proses pemetaan subholding BUMN ini berkaitan dengan perluasan PP Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Usaha Milik Negara. Ini menjadi bekal Kementerian BUMN untuk mendapatkan mandat dari pemerintah serta payung perlindungan secara hukum dalam melakukan aksi korporasi likuidasi dan merger.
Jika regulasi sudah ditetapkan, kata Erick, pihaknya akan segera memetakan subholdingisasi BUMN. Proses pemetaan ini akan membutuhkan waktu sekitar 3 bulan setelah regulasi ditetapkan. Kendati mendapat mandat lewat PP itu, Erick tetap mengandakan dewan komisaris tiap-tiap BUMN untuk mengevaluasi secara internal anak perusahaan-perusahaan yang dinilai tidak menguntungkan dan tidak sejalan dengan bisnis utama perseroan.
Erick lantas mencontohkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk di mana 5 anak usahanya siap dilikuidasi. Dan itu telah disepakati bersama dengan jajaran direksi dan komisaris di Garuda Indonesia. Di masa mendatang, kata Erick, pihaknya akan mengandalkan hasil laporan dewan direksi dan komisaris di setiap BUMN untuk mengevaluasi anak perusahaan yang dinilai tidak memberi manfaat atau tidak searah dengan bisnis utama perseroan.
“Proses likuidasi ini dari komisaris dan direksi, karena kan mereka yang bisa melihat duluan apa saja yang tidak efisien. Jadi diutamakan direksi dan komisaris yang mengambil keputusan karena mereka yang mengurus day to day,” kata Erick.
.
Leave a reply
