Pengamat Didin Damanhuri Rekomendasikan Political dan Economic Reform untuk Tekan Oligarki

0
388

Pengamat Ekonomi Didin Damanhuri melihat oligarki ekonomi dan politik di Indonesia semakin nyata. Fakta ini didukung dengan fenomena produk perundang-undangan yang lahir belakangan ini, seperti pengesahan UU Minerba, UU KPK, hingga Perpu Ciptaker.

“UU berbagai regulasi ini sebagai bukti bekerjanya fenomena oligarki, mengapa? karena proses legislasi ini di luar atau mengabaikan lembaga-lembaga hukum dan partisipasi publik yang diminta oleh UU sendiri,” kata Didin dalam Diskusi Publik Catatan Awal Ekonomi Tahun 2023 pada Kamis (05/01/2023).

Didin menjelaskan contohnya pada kasus minyak goreng yang sebelumnya Bareskrim menjelaskan tidak ada gejala mafia, namun ternyata Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menetapkan bahwa ternyata adanya kartel yang merupakan gejala dari oligarki. Ia  juga menyebut bahwa pelaku yang kini telah ditetapkan sebetulnya bukan pelaku utama.

Didin mengungkapkan bahwa oligarki ini sudah ada di tahun 1950, pada zaman Orde Baru, dan berlanjut di era Reformasi.

“Oligarki ekonomi ini makin subur di era reformasi karena salah satu faktor utamanya mereka dibiarkan menjadi investor politik semua tingkatan Pilkada, apakah itu Pilgub, Pilwalkot sampai Pilpres,” ungkap Didin.

Baca Juga :   Revisi Aturan dan 4 Strategi Wapres Kembangkan Ekonomi Syariah

Setelah menjadi investor politik yang terjadi setelahnya, Didin menjabarkan terjadinya kawin-mawin antara oligarki politik dan ekonomi. Yang selanjutnya memunculkan ketimpangan yang sangat buruk.

Indeks angka oligarki Indonesia pada tahun 2022 sangat tinggi yaitu 1.062.500 kali yang didasarkan data dari Forbes, dengan perhitungan jumlah kekayaan 40 orang terkaya dibagi 40  income perkapita.

Didin juga menceritakan bahwa praktik perburuan rente mulai terjadi sejak tahun 1950 sambil menggandeng atau melobi para pelindung, entah dari aparat birokrat, pemerintahan, legislatif pusat maupun daerah.

Dalam kesempatan yang sama, ia memberikan beberapa rekomendasi berupa Political Reform dan Economic Reform. Pada political reform diantaranya menekan ongkos proses politik dengan penyederhanaan prosedur kampanye, menghilangkan pelbagai modus pemberian “mahar politik”, dan pelbagai bentuk korupsi politik dalam setiap penentuan Pilpres, Pileg, dan Pilkada. Serta revisi UU Politik dan UU lainnya yang menciptakan suburnya oligarki ekonomi dan politik.

Pada economic reform, guna menekan ongkos ekonomi diantaranya dengan penentuan e-procurement yang makin masif di tiap tingkatan kabupaten, kota maupun provinsi, memperkuat KPPU, memperkuat proses pengadilan untuk memberantas berbagai bentuk mafia, kartelisasi, perburuan rente dan korupsi ekonomi.

Leave a reply

Iconomics