
Untuk UMKM Hingga Industri Tekstil, OJK Kembali Perpanjang Kebijakan Restrukturisasi Kredit

Kantor Pusat OJK/The Iconomics
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit. Namun, perpanjangan kali ini tidak untuk semua debitur.
Keputusan memperpanjang kebijakan yang dimulai sejak Maret 2020 itu, mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang diselimuti ketidakpastian tinggi, yang utamanya disebabkan oleh normalisasi kebijakan ekonomi global oleh Bank Sentral AS (the Fed). Ketidakpastian kondisi geopolitik, serta laju inflasi yang tinggi juga menjadi faktor pertimbangan OJK.
Kondisi ekonomi global dan geopolitik tersebut diperkirakan akan menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia ke depan, sebagaimana diprakirakan oleh berbagai lembaga internasional.
Di sisi lain, pemulihan perekonomian nasional terus berlanjut seiring dengan lebih terkendalinya pandemi dan normalisasi kegiatan ekonomi masyarakat. Sebagian besar sektor dan industri Indonesia telah kembali tumbuh kuat. Sekalipun demikian, berdasarkan analisis mendalam dijumpai beberapa pengecualian akibat dampak berkepanjangan pandemi Covid-19 (scarring effect).
“Sehubungan dengan perkembangan tersebut dan menyikapi akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan pada Maret 2023, OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024,” tulis OJK dalam keterangan resmi, Senin (28/11).
Perpanjangan restrkturisasi kredit ini berlaku untuk segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor, sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum dan beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.
Kebijakan restrukturisasi kredit dimulai pada tahun 2020. Pada September 2021, OJK menerbitkan dua POJK baru. Dua ketentuan baru tersebut memperpanjang masa kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dari Maret 2022 menjadi Maret 2023 untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Kedua POJK tersebut adalah POJK Nomor 17/POJK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekononomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Kemudian, POJK Nomor 18/POJK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 34/POJK.03/2020 tentang Kebijakan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
OJK menyebut diluar sektor atau segmen yang diperpanjang, kebijakan restrukturisasi masih berlaku hingga Maret 2023. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan pelaku usaha yang masih membutuhkan kebijakan tersebut, dapat menggunakan kebijakan dimaksud sampai dengan Maret 2023 dan akan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kredit/pembiayaan antara LJK dengan debitur.
“OJK akan terus mencermati perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian nasional, termasuk fungsi intermediasi dan stabilitas sistem keuangan. Dalam kaitan itu, OJK tetap meminta agar LJK mempersiapkan buffer yang memadai untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul. OJK juga akan merespon secara proporsional perkembangan lebih lanjut dengan tetap mengedepankan stabilitas sistem keuangan serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional,” tulis OJK.
Leave a reply
