Berburu di Kebun Binatang? DJP Beberkan Cara Gali Potensi Pajak

0
652

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan langkah-langkah menggali sumber-sumber pajak di Indonesia. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah berusaha semaksimal mungkin mengumpulkan penerimaan dari semua subjek pajak sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

DJP menyatakan terus memperbaiki sistem administrasi serta kepastian regulasinya untuk memperluas basis data perpajakan. Pemerintah telah memiliki kewenangan untuk meminta data keuangan berupa laporan keuangan, bukti, maupun keterangan dari lembaga jasa keuangan, seperti perbankan, pasar modal, perasuransian, atau jasa keuangan lainnya berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang penetapan Perppu 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang, yang data tersebut secara rutin diterima oleh DJP setiap bulan April.

DJP menyebut sebanyak 69 instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya juga mengirim data terkait perpajakan secara berkala kepada DJP yang diterima setiap bulan, setiap semester atau setiap tahun tergantung dari jenis datanya.

Pemerintah Indonesia juga aktif berpartisipasi dalam pertukaran data otomatis (AEOI) dengan banyak yurisdiksi di dunia, tercatat saat ini sudah ada 113 yurisdiksi partisipan (inbound), dan 95 yurisdiksi tujuan pelaporan (outbound) yang diterima setiap bulan September.

Baca Juga :   Pemerintah Tetap Berikan Fasilitas Pajak untuk Penanganan Covid-19

Berdasarkan data yang bersumber sebagaimana disampaikan di atas, DJP mengatakan telah melakukan tugas dan fungsinya yaitu melakukan pengujian baik formal maupun material terhadap kepatuhan Wajib Pajak, dan juga melakukan pengawasan termasuk pengawasan berbasis kewilayahan.  Kegiatan pengujian kepatuhan dan pengawasan dilaksanakan terkait dengan pemungutan pajak di Indonesia yang didasarkan pada Self-Assessment System, di mana Wajib Pajak menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Apabila berdasarkan pelaksanan tugas dan fungsi tersebut terdapat ketidaksesuaian antara data yang diperoleh DJP dengan Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan maka akan ditindaklanjuti dengan surat imbauan atau permintaan penjelasan/klarifikasi, yang kemudian dapat berlanjut sampai dengan kegiatan pengujian kepatuhan berupa pemeriksaan.

Apabila data yang diperoleh menyatakan belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka akan ditindaklanjuti dengan imbauan untuk mendaftarkan diri atau DJP akan menerbitkan NPWP secara jabatan.

DJP juga menyampaikan dalam melakukan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak, DJP juga memetakan Wajib Pajak berdasarkan skala usahanya. DJP membagi Wajib Pajak di KPP Pratama dalam dua kategori, yaitu Wajib Pajak Strategis dan Wajib Pajak Kewilayahan.

Baca Juga :   Pemerintah Targetkan Pendapatan Negara Rp 2.781,3 T di 2024

Adapun terhadap Wajib Pajak Strategis, DJP melakukan pengawasan secara lebih intensif. Hal ini dikarenakan skala usaha mereka lebih besar, lebih kompleks, dan proses bisnisnya lebih rumit. Mereka dikelola oleh satu seksi tersendiri.

Dalam kurun waktu tahun 2020 sampai dengan bulan Juni 2022, DJP telah menerbitkan lebih dari 400 ribu surat imbauan/permintaan penjelasan kepada Wajib Pajak Strategis tersebut.

DJP menjelaskan untuk Wajib Pajak Kewilayahan, DJP menerapkan model pengawasan yang sedikit berbeda dengan Wajib Pajak Strategis. Pengawasan dilakukan melalui penguasaan wilayah kerja dan memanfaatkan data terkait Izin Mendirikan Bangunan, Izin Usaha, peta wilayah, dan sebagainya. Data ini disusun menjadi Daftar Sasaran Ekstensifikasi (DSE). DSE menjadi dasar pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak baru.

Dalam melakukan penggalian potensi pajak, DJP menerapkan cara yang terstruktur, metodis, dan objektif dengan menggunakan Compliance Risk Management (CRM) untuk memetakan profil Wajib Pajak berbasis risiko kepatuhan. CRM adalah mesin risiko yang memetakan risiko kepatuhan Wajib Pajak berdasarkan data SPT yang disandingkan dengan data yang diterima dari pihak ketiga. Hal inilah yang menjadi dasar penerbitan surat imbauan/permintaan penjelasan.

Baca Juga :   Coretax Bermasalah, Komisi XI akan Panggil DJP dan Menkeu Usai Reses

Total imbauan/permintaan penjelasan yang sudah diterbitkan DJP dalam kurun waktu tahun 2019 s.d 2021 sebanyak 9,5 juta surat yang ditujukan kepada 3,9 juta Wajib Pajak.

Neil menegaskan bahwa DJP terbuka terhadap informasi terkait kegiatan usaha atau potensi pajak dari masyarakat. “Setiap informasi yang masuk, kami tindaklanjuti secara sistematis. Kami punya prosedur bernama pemeriksaan atas Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan (IDLP),” kata Neil dalam keterangan resmi.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics