Ketua Komisi III Sebut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli Sesuai UU, Masuk Pidana

0
443
Reporter: Rommy Yudhistira

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mempertanyakan sikap Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggugurkan sidang kode etik terhadap salah satu mantan komisioner KPK Lili Pintauli Siregar. Soalnya, Lili diduga menerima gratifikasi sehingga dinilai memenuhi unsur pelanggaran sesuai perundang-undangan.

“Nanti kita tanya di Komisi III, itu gunanya punya Komisi III. Nanti kita tanyakan dasar hukumnya apa,” kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/7).

Bambang mengatakan, merujuk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dugaan gratifikasi tersebut memenuhi unsur untuk terus dilakukan penyelidikan. Karena itu, seharusnya kasus Lili tersebut tidak digugurkan dan prosesnya terus dilakukan.

“Itu tindak pidana. Lalu tindak pidana habis karena dia (Lili) mengundurkan diri, mana bisa. Teori dasarnya tidak pas. Negara hukum, tindakan pidana, kemudian selesai dengan mengundurkan diri. Dari mana rumusannya, tolong kasih tahu saya,” ujar Bambang.

Sebelumnya, Dewas KPK telah memutuskan untuk menggugurkan sidang kode etik terhadap Lili Pintauli, eks pimpinan KPK. Ketua Majelis Sidang Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, keputusan tersebut diambil lantaran Lili telah resmi mundur dari komisioner KPK sebagaimana tertuang dalam surat keputusan presiden yang disetujui pada 11 Juli 2022.

Baca Juga :   Dinilai Masih Simpang Siur, Menkeu Sri Mulyani Diminta Jelaskan Sumber Pembiayaan IKN

“Maka kami menyatakan gugur sidang etik dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku terhadap yang bersangkutan, sehingga kami menghentikan penyelenggaraan sidang etik dimaksud. Tentunya penetapan ini akan kami teruskan nanti kepada pimpinan KPK termasuk juga Dewas KPK, karena kami ini majelis,” kata Tumpak dalam keterangan resminya pada Senin (11/7) kemarin.

Sedangkan, sosok yang akan menggantikan posisi Lili, kata Tumpak, itu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Pada Pasal 32 disebutkan bahwa Presiden Joko Widodo akan menyampaikan beberapa nama yang dahulu telah diajukan ke DPR, namun tidak terpilih.

“Presiden dulu mengajukan 10 (nama), terpilih 5, jadi sisa 5. Jadi, 5 inilah yang nanti akan diajukan presiden kepada DPR. Berapa jumlah yang diajukan terserah beliau. Nanti diajukan kepada DPR untuk dimintakan persetujuannya, kira-kira begitu,” kata Tumpak.

Leave a reply

Iconomics