
Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan di Level 3,5%, Pertumbuhan Ekonomi Diproyeksi Lebih Rendah

Pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 18-19 April 2022, Selasa (19/4).
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 April 2022 kembali memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,50%. Suku bunga acuan ini berada pada level tersebut sejak Februari 2021 lalu.
RDG juga tetap mempertahankan dua suku bunga kebijakan lainnya yaitu suku bunga Deposit Facility tetap dilevel 2,75%, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 4,25%.
“Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina serta percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara-negara maju khususnya Amerika Serikat,” ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Selasa (19/4).
Bank Indonesia, tambah Perry juga terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.
Dalam asesmen terbarunya, Bank Indonesia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global dan ekonomi Indonesia sebagai dampak dari perang antara Rusia dan Ukraina. Perry menyampaikan bahwa pemulihan ekonomi global memang diperkirakan terus berlanjut, tetapi lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Di sisi lain, ketidakpastian pasar keuangan global juga masih tingggi.
“Berlanjutnya ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina berdampak pada pelemahan transaksi perdagangan, kenaikan harga komoditas dan ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah penyebaran Covid-19 yang menurun. Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok dan India diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut Bank Indonesia merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2022 menjadi 3,5% dari sebelumnya sebesar 4,4%,” ujar Perry.
Perbaikan ekonomi domestik Indonesia diperkirakan tetap berlangsung seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat. Hingga triwulan I 2022, perbaikan ekonomi terus berlanjut didukung oleh peningkatan konsumsi, investasi non bangunan dan kinerja ekspor sejalan dengan moblitas penduduk dan aktivitas ekonomi yang membaik. Sejumlah indikator dini pada Maret 2022 seperti penjualan eceran, ekspektasi konsumen dan Purchasing Managers Index Manufaktur mengindikasikan terus berlangsungnya pemulihan ekonomi domestik.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga ditopang kinerja positif berbagai lapangan usaha seperti industri pengolahan, perdagangan, transportasi, dan pergudangan serta informasi dan komunikasi. Secara spasial perbaikan ekonomi ditopang oleh akselerasi pertumbuhan ekonomi Jawa dan Bali-Nusa tenggara disamping tetap baiknya kinerja ekonomi Sulawesi, Maluku-Papua, Sumatera dan Kalimatan.
Namun, Bank Indonesia menilai kedepan perbaikan kinerja ekonomi Indonesia akan dipengaruhi oleh volume ekspor yang kenaikannya tertahan seiring dengan lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi global dan perdagangan dunia akibat berlanjutnya ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina. Perbaikan permintaan domestik kedepan juga akan terpengaruh baik karena tertahan kenaikan volume ekspor maupun kenaikan harga energi dan pangan global.
“Dengan perkembangan tersebut untuk keseluruhan tahun 2022, bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi [Indonesia] akan mencapai 4,5% hingga 5,3% sedikit lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yaitu 4,7% sampai 5,5%,” beber Perry.
Untuk nilai rukar Rupiah, masih bergerak stabil selama bulan April 2022 ditopang berlanjutnya pasokan valas domestik, aliran masuk modal asing, dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih berlangsung. Hinggga 18 April 2022, Rupiah mengalami depresiasi sekitar 0,70% dibandingkan dengan level akhir 2021. Meski terdepresiasi, menurut Bank Indonesia, masih relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Thailand 0,77%, Malaysia 2,10%, dan Filipina 2,45%.
“Ke depan, stabilitas nilai tukar Rupiah diperkirakan tetap terjaga didukung oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap baik, terutama oleh lebih rendahnya defisit transaksi berjalan. Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan fundamental ekonomi,” ujar Perry.
Di tengah kenaikan harga energi dan pangan, inflasi konsumen masih terjaga di level 2,64% secara year on year hingga Mare 2022. Bank Indonesia terus mewaspadai sejumlah risiko inflasi, terutama dampak kenaikan harga energi dan pangan global.
Leave a reply
