
LP3ES Sebut Perpanjangan Jabatan Presiden adalah Godaan Kembali ke Sistem Otoriter

Tangkapan layar, Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto/Iconomics
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menilai wacana penundaan pemilihan umum (pemilu) dan perpanjangan masa jabatan presiden terus muncul dari waktu ke waktu. Situasi tersebut muncul karena Indonesia merupakan negara yang sedang transisi ke dalam sistem demokrasi.
Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto mengatakan, mengutip pakar politik Samuel Philips Huntington, demokrasi di suatu negara itu pada umumnya diikuti oleh negara-negara lain. Dan ada 3 gelombang pada 3 periode yang berbeda.
“Indonesia saya kira yang terjadi adalah godaan untuk kembali menjadi otoriter itu. Kalau kita periksa pada skor-skor indeks demokrasi kita, yang tadinya kita sudah demokrasi kemudian kita menjadi float demokrasi. Itu merefleksikan kalau kita lihat dari sisi skor,” kata Wijayanto dalam sebuah diskusi virtual, Senin (7/3).
Jika dilihat dari sisi substantif, kata Wijayanto, situasi hari ini dinilai sebagai refleksi dari kerinduan di masa pemerintahan Orde Baru. Benar secara konstitusi sudah meninggalkan sistem pemerintahan Orde Baru walau di sisi lain terdapat kemiripan-kemiripan yang sistem demokrasinya dipakai pemerintahan sekarang ini.
“Misalnya kalau kita periksa literatur politik bukunya LP3ES yang nestapa demokrasi di masa pandemi, lalu kemudian menyelamatkan demokrasi, kita sudah berbicara juga di sana tentang bagaimana kemiripan-kemiripan itu,” ujar Wijayanto.
Menurut Wijayanto, merujuk kepada buku yang pernah ditulis Hal Hill, struktur politik pada masa awal Orde Baru dari 1967 hingga 1971, menerapkan sistem demokrasi yang mengutamakan kebebasan dalam berpendapat dan mendukung keberadaan media massa. Seiring berjalannya waktu, kebebasan sipil mulai tertutup, dan tidak sedikit media massa yang dibatasi.
Selanjutnya, kata Wijayanto, juga muncul represi yang bertujuan membangun akumulasi ekonomi yang dilakukan rezim Orde Baru. Semakin mendekat ujungnya, Orde Baru justru menjadi ultra-otoriter.
“Di sana ada masalah hak asasi manusia, ada korupsi, kolusi, dan nepotisme yang begitu menggurita. Jadi, sejarah telah mengajarkan kepada kita ketika konstitusi itu diubah, ketika kekuasaan presiden menjadi tidak terbatas, maka akan bisa menjadi terus menerus,” kata Wijayanto.
Karena itu, kata Wijayanto, keputusan untuk mengubah perpanjangan masa jabatan presiden melalui jalan konstitusi merupakan bentuk dari kemunduran dalam sistem demokrasi Indonesia. Maka, Indonesia akan kembali kepada otoriterisme.
“Pemaksaan terhadap kebijakan politik yang diiringi dengan represi politik itu menjadi ciri khas Orde Baru, dan kita melihat gejala itu semakin kuat hari-hari ini,” katanya.
Leave a reply
