
OJK Bentuk Task Force Keuangan Berkelanjutan, Inilah 4 Langkah Strategisnya

Pertemuan OJK dengan IJK membentuk Task Force Keuangan Berkelanjutan di Sektor Jasa Keuangan (SJK)/Dok. OJK
Otoritas Jasa Keuangan membentuk Task Force Keuangan Berkelanjutan di Sektor Jasa Keuangan (SJK). Pembentukan ini sebagai upaya mewujudkan pengembangan Ekosistem Keuangan Berkelanjutan, serta bentuk dukungan komitmen OJK pada upaya mitigasi serta adaptasi perubahan iklim (komitmen Paris Agreement) yang dituangkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan bahwa Task Force ini bertujuan sebagai platform koordinasi terintegrasi SJK untuk membangun ekosistem Keuangan Berkelanjutan di Indonesia, termasuk keterlibatan dalam berbagai forum internasional.
“OJK melalui Sustainable Finance Roadmap yang sudah memasuki fase kedua ini berharap kepada sektor jasa keuangan untuk dapat bersiap, memahami implikasi terhadap bisnis maupun ekspektasi domestik dan global serta tantangan kebijakan yang harus diterapkan di sektor jasa keuangan,” kata Wimboh dalam siaran pers tertulis.
Sebelumnya OJK telah menerbitkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I (2015-2019) dan Tahap II (2021-2025) sebagai panduan untuk mempercepat penerapan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola di Indonesia yang berfokus pada penciptaan ekosistem keuangan berkelanjutan secara komprehensif, dengan melibatkan seluruh pihak terkait dan mendorong pengembangan kerja sama dengan pihak lain.
Dalam proses pembentukan task force, OJK melibatkan seluruh SJK baik Perbankan, Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Hal ini didasari pertimbangan bahwa isu perubahan iklim dan keuangan berkelanjutan (sustainable finance) telah menjadi perhatian global dan nasional. Keanggotaan task force yang terdiri dari 47 lembaga jasa keuangan yang mewakili asosiasi di industri perbankan, pasar modal dan IKNB. Ada 13 bank umum nasional (konvensional dan syariah), 7 emiten, 5 perusahaan efek, dan 3 manajer investasi, 5 asuransi umum, 6 asuransi jiwa, 3 perusahaan pembiayaan, 2 dana pensiun, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dan PT Sarana Multigriya Finansial.
Task force Keuangan Berkelanjutan OJK ini juga diharapkan bisa mempercepat respons terhadap berbagai perkembangan isu ini di tingkat internasional, seperti Konferensi PBB terkait Perubahan Iklim (COP ke-26) di Glasgow akhir Oktober ini.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menyambut baik inisiatif OJK dalam membentuk task force keuangan berkelanjutan ini.
“Bank Mandiri sangat menyambut baik atas inisiatif ini, karena memang keharusan juga bagi kita untuk menyesuaikan dengan best practice secara internasional,” kata Darmawan.
Sejalan dengan hal itu, saat ini penyaluran kredit kepada sektor energi terbaru dan terbarukan Bank Mandiri telah memiliki share sebesar 21% dari total kredit di sektor energi atau sudah tumbuh 18% dalam lima tahun terakhir.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi pun menyampaikan apresiasi atas sejumlah kebijakan dan inisiatif yang dilakukan OJK terkait keuangan berkelanjutan.
Ia mengapresiasi sebesar-besarnya kepada OJK yang telah membuat roadmap keuangan berkelanjutan 2021 – 2025 yang merupakan fase kedua dan juga insiatif lainnya melalui penerbitan POJK serta hari ini dengan pembentukan task force keuangan berkelanjutan.
Adapun Direktur Manajemen Risiko PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Faaris Pranawa menyebut leadership OJK untuk mendorong pembiayaan berkelanjutan ini sangat dibutuhkan, sehingga ke depan semua memiliki bahasa yang sama.
Untuk memantapkan langkah ke depan, OJK menetapkan empat langkah strategis penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan yang efektif dalam menangani isu-isu terkait iklim. Pertama, Penyelesaian Taksonomi Hijau, sebagai pedoman dalam pengembangan produk-produk inovatif dan atau keuangan berkelanjutan serta sustainable financial disclosure.
Kedua, mengembangkan kerangka manajemen risiko untuk industri jasa keuangan dan pedoman pengawasan berbasis risiko untuk pengawas dalam rangka menerapkan risiko keuangan terkait iklim.
Ketiga, mengembangkan skema pembiayaan atau pendanaan proyek yang inovatif dan feasible. Keempat, meningkatkan awareness dan capacity building untuk seluruh stakeholders.
Leave a reply
