PPATK akan Mengumumkan Daftar Hitam TPPU-TPPT

0
742

Tindak pidana pencucian uang (TPPU) melalui penipuan dengan skema Business Email Compromise (BEC) telah menjadi persoalan global dalam kurun waktu lima tahun terakhir. BEC merupakan salah satu bentuk kejahatan siber dengan cara melakukan penipuan dengan menggunakan surat elektronik (email) palsu atau peretasan email oleh pelaku kejahatan. Tujuannya adalah mengalihkan tujuan transfer dana ke rekening perusahaan yang sengaja didirikan dengan nama menyerupai perusahaan sebenarnya.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat dalam 2 tahun terakhir kejahatan ini telah memasuki sistem keuangan Indonesia, dan semakin diperparah sejak pandemi Covid-19. Para pelaku memanfaatkan suasana kecemasan dan ketidakpastian yang ditimbulkan oleh krisis akibat pandemi Covid-19.

“Data menunjukkan bahwa kejahatan ini semakin meningkat di Indonesia. Apabila tidak dilakukan langkah-langkah pencegahan dan penindakan yang sistemik dan konsisten, berpotensi akan menggerus integritas sistem perbankan dan keuangan di Indonesia di mata pelaku bisnis dan lembaga keuangan internasional,” kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae dalam siaran pers tertulis.

Kepala PPATK mengingatkan bahwa perlunya kehati-hatian semua pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis, mengenai perilaku para pelaku kejahatan siber yang memanfaatkan kemudahan yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha untuk mendirikan usaha dengan mengajukan perizinan berusaha secara elektronik. Para pelaku bisnis juga diminta meningkatkan kewaspadaan, baik pada saat melakukan pembayaran ke luar negeri maupun pada saat menerima pembayaran.

Baca Juga :   Meski Berpotensi, Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah Indonesia Masih Rendah

“Apabila terjadi situasi yang tidak biasa, baik terkait rekening maupun jangka waktu pembayaran, agar sesegera mungkin melakukan klarifikasi dengan rekan bisnisnya,” imbau Ediana.

Kepala PPATK merekomendasikan kepada perbankan untuk meningkatkan penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer) dengan lebih baik di semua kantornya. Bank diharapkan tidak menerapkan kebijakan pembukaan rekening baru sebagai ukuran kinerja dan tidak mengandalkan jasa pihak ketiga untuk menjaring nasabah baru. Bank juga diminta untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan target penghimpunan dana pihak ketiga, termasuk dalam memperlakukan penerimaan dana dari luar negeri. Bank harus melakukan due diligence dan enhance due diligence untuk memahami profil nasabah dengan baik, sebelum melakukan pembukuan ke rekening tujuan dari dana yang masuk dari luar negeri.

“Hal ini diperlukan mengingat transaksi keuangan yang terkait dengan BEC pada umumnya menggunakan layanan atau produk keuangan yang dimiliki oleh bank, di antaranya berupa transaksi transfer dana, penarikan dana secara tunai, dan penukaran valuta asing,” kata Kepala PPATK.

Baca Juga :   Perkuat Industri Perbankan dan Asuransi, OJK Terbitkan Dua Aturan Baru, Simak Isinya

“Pada praktiknya, pelaku BEC seringkali memanfaatkan transaksi yang bersifat lintas batas negara, dan melibatkan sindikat yang beroperasi di Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia,” kata Ediana.

Terkait dengan keluhan pihak perbankan tentang akses terhadap Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dan Sistem Informasi Badan hukum yang masih terbatas, Kepala PPATK menyatakan akan mengkoordinasikannya dengan lembaga terkait yang meliputi Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Untuk menjaga integritas sistem keuangan Indonesia, mencegah semakin maraknya tindak pidana penipuan dengan modus BEC, sekaligus menghindari kerugian para pelaku usaha dan masyarakat, dalam waktu dekat PPATK akan menyampaikan Daftar Hitam TPPU-TPPT (AML-CFT Black List).

Daftar Hitam TPPU-TPPT antara lain berisikan para pelaku kejahatan siber, baik individu maupun badan hukum agar tidak dapat membuka rekening di seluruh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) di seluruh Indonesia, termasuk untuk nasabah pengguna sistem pembayaran lainnya.

“Dalam waktu dekat, PPATK juga akan menyampaikan indikator atau paramater kepada seluruh PJK untuk digunakan dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan terkait BEC. Indikator atau parameter tersebut merupakan masukan dari Public Private Partnership (PPP) atau Intracnet yg diinisiasi oleh PPATK sejak Mei 2021,” kata Kepala PPATK.

Baca Juga :   Kinerja Keuangan BSI di Kuartal I/2021 Cukup Progresif

PPATK menyebut selama periode Juli 2020 hingga Juli 2021, hasil kejahatan yang masuk ke sistem perbankan di Indonesia sudah mencapai angka Rp300 miliar, dan yang berhasil diselamatkan melalui penghentian sementara transaksi mencapai angka Rp175 miliar. Sisanya tidak berhasil diselamatkan karena sudah ditarik pelaku, yang saat ini sedang proses penyidikan Kepolisian. Masih tingginya hasil kejahatan yang berhasil ditarik oleh pelaku kejahatan terutama disebabkan keterlambatan informasi yang disampaikan, baik oleh Lembaga Intelijen Keuangan atau Interpol negara asal korban kepada PPATK sehingga dana sudah terlanjur ditarik oleh pelaku.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics