
Fadjroel Rachman: Komunikator Istana Harus Memiliki Jantung Sekuat Besi

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi,Fadjroel Rachman dalam webinar ‘Strengthening Reputation During Pandemic’ yang digelar dalam rangka hari ulang tahun The Iconomics ke-2, Jumat (18/6).
Menjaga kepercayaan (trust) publik terhadap presiden dan pemerintah adalah tugas utama tim komunikasi kepresidenan. Namun, tugas ini bukanlah tugas yang ringan, di tengah perkembangan media sosial yang begitu pesat, dimana setiap orang bisa memproduksi pesan sendiri kepada khalayak melalui media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, Youtube dan lainnya.
“Menjadi seorang komunikator di istana atau ‘menjadi PR’ [public relation], harus memiliki jantung seperti besi, seperti baja, karena kami terus-menerus berpacu untuk melihat isu apa yang berkembang, kemudian bagaimana menjawabnya, supaya bisa menimbulkan persepsi dari yang negatif bisa menjadi netral, dari yang netral menjadi positif. Dan itu berlangsung 24 jam dan 7 hari seminggu,” ujar Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi,Fadjroel Rachman dalam webinar ‘Strengthening Reputation During Pandemic’ yang digelar dalam rangka hari ulang tahun The Iconomics ke-2, Jumat (18/6).
Fadjroel menyebutkan dua tantangan yang dihadapi oleh tim komunikasi kepresidenan. Pertama, bekerja tiada mengenal batas waktu, yaitu selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Setiap saat, terangnya, timnya mengecek semua isu yang berkembang baik di media lama seperti televisi, radio, majalah dan koran, maupun media baru seperti media sosial dan media online.
“Kami 24 jam harus aktif memeriksa apa yang berkembang di dalam masyarakat terutama isu-isu yang terkait langsung dengan presiden maupun dengan pemerintahan,” ujarnya.
Tantangan kedua adalah isu berkembang begitu cepat di media sosial. Ini, kata Fadjroel, yang paling membuat gugup, karena sering terjadi ada isu tertentu yang tiba-tiba menjadi trending di media sosial entah itu di Instagram, Twitter, Facebook atau Youtube, terkait dengan pemerintahan atau presiden. Dan itu bisa terjadi kapan saja, bisa tengah malam atau hari libur.
“Jadi, kami harus bekerja untuk memeriksa itu semua,” ujarnya.
Fadjroel mengatakan setiap pagi timnya membuat pengarahan harian (daily briefing) untuk merespons semua isu yang berkembang dalam waktu 24 jam terakhir yang muncul di semua kanal media.
“Kami harus menentukan apa saja yang menimbulkan setidaknya persepsi negatif atau persepsi netral atau persepsi positif terhadap presiden maupun pemerintah dan kami harus memeriksa langsung dari hasil pantauan, misalnya dari Dirjen Aptika Kominfo, kemudian ada juga dari medianya langsung kami lihat, atau pun juga mesin yang kami miliki untuk melihat perkembangan isu di masyarakat,” ujarnya.
Semua upaya itu dilakukan dengan tujuan uatamanya adalah untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap presiden dan pemerintah. Indikator kepercayaan publik ini, tambahnya, diukur baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
“Kami mengukur secara kuantitatif kepercayaan terhadap presiden pada Februari 2021, bekerja sama dengan Puspek Unair. Indeks kepercayaan kepada Presiden Joko Widodo awal tahun 2021 mencapai 71,93 atau tinggi,” ujarnya.
Leave a reply
